Namun, Hendra mengaku tidak khawatir bahwa penundaan RKAB bakal berpotensi menimbulkan praktik produksi dan penjualan batu bara yang ilegal.
Dirinya mengatakan Indonesia memiliki sistem yang terintegrasi antarkementerian/lembaga mulai dari Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, bahkan hingga Bea Cukai.
“Sistem yang dibangun pemerintah ketat, untuk ekspor ada sistem yang terintegrasi semua. Jadi tidak bisa [ilegal] sekarang, semua ada sistemnya dan secara online sehingga terpantau dan termonitor,” ujarnya.
“Kecil kemungkinan perusahaan bisa melakukan ekspor secara ilegal dan perdagangan ilegal, semua dalam sistem mulai dari RKAB hingga pembayaran.”
Kementerian ESDM telah merestui 587 pengajuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) untuk pertambangan batu bara periode 2024—2026.
Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Bambang Suswantono memerinci, dari kumulatif RKAB yang disetujui tersebut, total produksi batu bara yang akan dihasilkan pada 2024 mencapai 922,14 juta ton, 2025 sebanyak 917,16 juta ton, dan 2026 sejumlah 902,97 juta ton.
“Total RKAB batu bara yang diajukan [ke Kementerian ESDM] pada tahun ini mencapai 883 permohonan, yang disetujui sebanyak 587, ditolak 121, dikembalikan 100, sedangkan yang masih menjadi saldo [evaluasi] 75,” paparnya dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (19/3/2024).
Adapun, permohonan RKAB yang ditolak dilandasi oleh berbagai alasan. Sebanyak 8 pengajuan ditolak karena masa berlaku izin usaha pertambangan (IUP) sudah habis, sedangkan 75 karena isu penerimaan negara bukan pajak (PNBN) alias setoran royalti yang tidak sesuai.
Lalu, sebanyak 4 ditolak karena isu studi kelayakan dan analisis dampak lingkungan (amdal), 13 karena persoalan data MODI, 8 karena isu keuangan, 11 karena isu PPM, sedangkan 2 lainnya karena masalah teknis yang tidak diperinci.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan akan menunda penerbitan izin RKAB bagi perusahaan tambang batu bara jika tak kunjung membayar royalti.
Royalti tersebut merujuk pada kewajiban pembayaran PNBP yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 26/2022 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral.
"Sanksinya macet [RKAB]-nya," ujar Arifin saat ditemui di kantornya, awal Januari.
Arifin mengatakan salah satu kendala yang dihadapi pemerintah dalam menagih royalti batu bara tersebut berkutat pada isu manajemen perusahaan yang sulit ditemui.
"Ini masalahnya antara lain manajemen di kantornya masing-masing, benar enggak? Jangan-jangan mungkin di ruko [kantor hanya] dijaga 1 atau 2 orang [pegawai], enggak ngerti. Atau pemiliknya ke luar negeri, masak 5 atau 10 juta enggak mau bayar? Jadi seperti gitu," ujar dia.
(dov/wdh)