“Harga avtur, suku cadang pesawat, biaya navigasi, biaya penggunaan bandara untuk maskapai, dan lain-lain, semua naik cukup signifikan. Lantas, [pemerintah] meminta ada merger [maskapai] guna mencegah perang harga. Ini bertolak belakang dengan keengganan merevisi TBA agar tiket tidak mahal,” terang Gerry.
Dengan latar belakang tersebut di industri angkutan udara Indonesia, Gerry meyakini BBN Airlines pasti sudah melakukan analisis mendalam terhadap pasar di Tanah Air. Maskapai baru itu pun dinilai mengadopsi strategi yang cukup adaptif.
Sejak awal, lanjutnya, BBN Airlines masuk ke Indonesia di segmen angkutan kargo, saat kondisi pasar kargo sudah tidak semenari era pandemi.
“Mereka bisa beradaptasi dengan melakukan pivot produk mereka ke penerbangan penumpang dan tidak hanya penerbangan angkutan niaga berjadwal, tetapi juga menjadi operator ACMI [aircraft, crew, maintenance and insurance] atau wet lease buat maskapai yang sedang membutuhkan kapasitas; baik di dalam maupun luar negeri.”
“Saya rasa BBN Airlines tidak akan mengambil langkah gegabah untuk sekadar mendapatkan market share, tetapi akan tetap fokus mencari peluang-peluang yang menguntungkan,” tuturnya.
Dua Catatan
Terpisah, pengamat penerbangan Gatot Rahardjo memberikan dua catatan mengenai kondisi industri penerbangan untuk BBN Airlines Indonesia sebagai maskapai yang bakal melayani penumpang secara komersial di Tanah Air mulai tahun ini.
Pertama, Gatot menilai pasar Indonesia masih terbuka lebar untuk maskapai baru yang bakal mengudara. Hal ini sesuai dengan kondisi industri penerbangan pascapandemi di Indonesia.
Gatot mengatakan jumlah penumpang maskapai pada 2023 baru sekitar 83% dari kapasitas penuh, sedangkan jumlah frekuensi penerbangan baru sekitar 73% dibandingkan dengan kondisi sebelum pandemi pada 2019.
Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan data International Air Transport Association (IATA) yang menyebutkan bahwa lalu lintas penerbangan internasional pada 2023 pascapandemi mencapai 94% dari realisasi 2019.
“Artinya, pasar domestik di Indonesia masih terbuka lebar untuk mengembalikan pasar seperti semula dan untuk berkembang lagi,” ujar Gatot.
Menurut Gatot, masalah utama di bisnis maskapai saat ini adalah jumlah ketersediaan pesawat dan sumber daya manusia (SDM) yang terdampak imbas pandemi Covid-19.
Terlebih, saat ini terdapat kondisi geopolitik global yang memengaruhi ketersediaan rantai pasok suku cadang dari pesawat terbang, sehingga banyak armada yang masih menjalani proses perawatan di bengkel atau fasilitas maintenance, repair and operation (MRO).
Kedua, persaingan ketat bisnis maskapai di Indonesia. Gatot menggarisbawahi kondisi khusus di Indonesia, di mana terdapat monopoli dari salah satu grup maskapai yang menguasai pasar hampir 70%. Imbasnya, tingkat persaingan bisnis maskapai di Indonesia dinilai kurang baik.
Dalam kaitan itu, pemerintah memang menginginkan adanya merger antarmaskapai untuk menyaingi maskapai yang melakukan monopoli tersebut. Namun, merger antarmaskapai pada akhirnya juga akan diselidiki oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
“Kalau maskapai merger juga akan diselidiki oleh KPPU. Ingat dahulu waktu Sriwijaya gabung sama Garuda Group. Aneh kan?,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga mengatur tarif pesawat melalui penetapan TBA dan tarif batas bawah (TBB). Hal ini sebagaimana termaktub melalui Keputusan Menteri Perhubungan KM 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Dengan adanya persaingan yang ketat hingga batas tarif yang diatur oleh pemerintah, Gatot mengatakan, iklim bisnis penerbangan di Indonesia masih kurang bagus.
Dengan demikian, BBN Airlines Indonesia sebagai maskapai baru yang masuk harus menyusun strategi untuk dapat beroperasi dalam 2 kondisi yang sebelumnya telah disebutkan.
“Kalau ada maskapai baru yang masuk, dia harus pintar berselancar dalam dua sisi tersebut agar bisa survive,” terangnya.
BBN Airlines Indonesia merupakan maskapai baru yang bakal mengudara dan melayani penumpang secara komersial pada Maret 2024.
Adapun, maskapai tersebut baru saja mendapatkan penambahan Sertifikat Operasi Udara (AOC) penerbangan komersial penumpang dari Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud).
“Dengan adanya AOC ini, Kemenhub telah menyatakan bahwa BBN Airlines Indonesia layak dan memenuhi standar regulasi untuk membuka layanan penerbangan komersial penumpang yang akan mulai beroperasi segera pada Maret 2024,” ujar Chairman BBN Airlines Indonesia Martynas Grigas, belum lama ini.
Kementerian Perhubungan menegaskan BBN Airlines Indonesia saat ini baru memberikan layanan operasi penuh untuk penerbangan carter, meski telah mengantongi izin terbang lengkap untuk layanan kargo dan penumpang.
“Izin terbang sudah diberikan, tetapi saat ini mereka baru full operasi untuk niaga kargo tidak berjadwal atau carter. Izin terbang sudah diberikan, baik untuk kargo maupun penumpang,” kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati saat dimintai konfirmasi, Jumat (15/3/2024).
(wdh)