Bloomberg Technoz, Jakarta - Menteri Sosial, Tri Rismaharini mengungkapkan bahwa dana bantuan sosial (Bansos) bukanlah urusan dari kementrian sosial.
Dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI, Risma mengungkapkan dari total anggaran yang mencapai Rp497 triliun, anggaran yang ia terima hanya Rp78 triliun.
“Dana tunjangan sosial pemerintah tahun 2024 mencapai Rp497 triliun dan di tempat saya hanya Rp78 triliun, sisanya saya tidak mengurusi. Kenapa? Saya mengurusi ini saja mumet,” ujar Risma.
Menurut Risma, bansos yang diberikan kepada masyarakat tidak diberikan diluar dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan diluar program Kementerian Sosial.
“Dari mana kami dapat uang? Orang ini saja ngitung harus nunggu temuan BPK, bahwa kami ngutang, baru kami bisa nanti ke Kementerian Keuangan. Yang pasti kami memberikan pada siapa yang membutuhkan dan kalau memang ada yang diluar itu menerima saya tidak tahu,” tambahnya.
Risma tidak mau mengomentari terkait bansos yang dibagikan jelang Pemilu 2024. “Saya hanya urusi yang Rp78 triliun dan sisanya tidak mau,” tambahnya.
Alasan tidak ada di Kemensos
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mencatat, setidaknya terdapat dua alasan yang melandasi perubahan basis data untuk penyaluran bantuan pangan, dari awalnya milik Kementerian Sosial menjadi data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).
Pertama, bantuan pemberian 10 kilogram (kg) beras masuk ke dalam kategori bantuan pangan dan bukan merupakan bantuan sosial. Alhasil, penyaluran dilakukan melalui Badan Pangan Nasional.
“Bantuan cadangan pangan pemerintah, jadi itu bukan bansos, tetapi namanya cadangan pangan pemerintah. Sehingga wujudnya juga tidak dalam bentuk uang, tetapi dalam bentuk pangan, yaitu beras. Siapa yang menyalurkan? Bapanas,” ujar Menko PMK Muhadjir Effendy dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (19/2/2024).
Kedua, dalam pelaksanaannya cakupan bantuan pangan diperluas. Data P3KE dinilai tepat karena memiliki kelompok persepuluhan, yang menunjukkan tingkat kesejahteraan rumah tangga atau desil hingga desil 40.
Kategori penerima bantuan pangan juga turut mengalami perluasan, tidak hanya diberikan kepada masyarakat miskin ekstrem, tetapi juga kepada masyarakat hampir miskin.
“Sehingga ketika cakupan mencapai 22,4 juta kartu keluarga (KK) itu berarti ada kenaikan jumlah KPM [keluarga penerima manfaat] bukan hanya mereka yang miskin ekstrem, bukan hanya yang miskin, bukan hanya setengah miskin, tetapi juga yang hampir miskin,” ujarnya.
(spt)