Pertumbuhan ekonomi global pada 2024 diprakirakan mencapai 3,0%. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) tetap kuat ditopang oleh permintaan domestik. India juga tumbuh lebih baik dari prakiraan didukung oleh investasi pemerintah dan swasta. Sementara itu, prospek ekonomi China tetap belum kuat, meskipun sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya didorong peningkatan stimulus fiskal.
Harga komoditas meningkat didorong oleh naiknya biaya angkut karena ketegangan geopolitik dan ketatnya pasokan akibat faktor cuaca. Berbagai perkembangan tersebut mengakibatkan laju penurunan inflasi global tertahan, dengan inflasi di negara maju masih di atas targetnya.
Suku bunga Fed Funds Rate (FFR) diprakirakan baru menurun pada semester II 2024. Ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi tercermin pada imbal hasil obligasi AS atau yield US Treasury yang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar.
Perkembangan ini mendorong berlanjutnya penguatan dolar AS secara global, lebih terbatasnya aliran masuk modal asing, dan meningkatnya tekanan pelemahan nilai tukar di negara emerging market.
Kondisi Ekonomi Domestik
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat. Perkembangan ini didorong oleh permintaan domestik yang baik di konsumsi rumah tangga dan investasi. Investasi bangunan lebih tinggi dari prakiraan, ditopang oleh berlanjutnya Proyek Strategis Nasional (PSN) di sejumlah daerah dan berkembangnya properti swasta sebagai dampak positif dari insentif pemerintah.
Konsumsi rumah tangga dan investasi nonbangunan tetap terjaga, meskipun perlu terus didorong untuk mendukung berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional. Dengan berbagai perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2024 diprakirakan berada dalam kisaran 4,7%-5,5%.
Neraca Pembayaran Indonesia
Prospek neraca transaksi berjalan triwulan I 2024 sedikit menurun, dipengaruhi oleh menipisnya surplus neraca perdagangan barang. Sementara itu, aliran masuk modal asing, khususnya investasi portofolio, terus berlanjut.
Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Februari 2024 tetap tinggi sebesar US$144 miliar, setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Secara keseluruhan, neraca pembayaran Indonesia 2024 diprakirakan tetap baik dan mencatatkan surplus dengan transaksi berjalan dalam kisaran defisit rendah sebesar 0,1% sampai dengan 0,9% dari PDB. Sementara itu, neraca transaksi modal dan finansial diprakirakan melanjutkan surplus didukung oleh aliran masuk modal asing yang dipengaruhi persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik.
Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar rupiah pada Maret 2024 (hingga 19 Maret 2024) melemah 2,02% dibanding level akhir Desember 2023. Ini dipengaruhi oleh kebijakan stabilisasi yang ditempuh BI, di tengah dinamika penyesuaian aliran modal asing di pasar keuangan domestik sejalan dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Nilai tukar rupiah lebih baik dibanding Ringgit Malaysia, Won Korea, dan Baht Thailand yang masing-masing melemah sebesar 3,02%, 3,87%, dan 5,39%. Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan stabil dengan kecenderungan menguat, didorong oleh kembali masuknya aliran modal asing sejalan dengan tetap terjaganya persepsi positif terhadap prospek ekonomi Indonesia.
Inflasi
BI meyakini inflasi indeks harga konsumen (IHK) 2024 tetap terkendali dalam sasarannya. Inflasi inti diprakirakan terjaga seiring dengan ekspektasi inflasi yang terjangkar dalam sasaran, kapasitas perekonomian yang masih besar dan dapat merespons permintaan domestik, imported inflation yang rendah sejalan dengan tetap stabilnya nilai tukar rupiah, serta dampak positif faktor struktural terkait berkembangnya digitalisasi.
Kredit Perbankan
Kredit perbankan pada Februari 2024 tumbuh 11,28% (yoy), terutama pada sektor pertanian, pertambangan, konstruksi, perdagangan, jasa sosial, dan jasa dunia usaha. Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) hanya tumbuh 5,66% (yoy). Maka itu, perbankan mengoptimalisasi sumber pendanaan lain, seperti pinjaman, penerbitan surat utang jangka panjang, dan right issue saham.
Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit didukung oleh kinerja rumah tangga dan korporasi yang diprakirakan terus meningkat pasca Pemilu. Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit konsumsi masing-masing sebesar 11,82% (yoy), 12,04% (yoy), dan 9,70% (yoy). Ke depan, pertumbuhan kredit 2024 diprakirakan meningkat dan berada pada kisaran 10-12%.
(lav)