Jaksa Agung menduga para debitur ini telah melakukan tindak pidana korupsi dan fraud sejak 2019. Empat perusahaan tersebut bergerak pada bidang ekspor kelapa sawit, batu bara, nikel, dan usaha perkapalan.
Jaksa Agung ST Burhanuddin merinci empat perusahaan yang mengalami kredit macet dan terindikasi fraud yakni, perusahaan berinisial PT RII sebesar Rp1,8 triliun, PT SMS sebesar Rp216 miliar, PT SPV sebesar Rp144 miliar, dan PT PRS sebesar Rp305 miliar.
Selain itu, Jaksa agung memperingatkan enam perusahaan lainnya yang kabarnya telah masuk dalam daftar laporan analisis tim terpadu. Keenamnya juga berpotensi akan dilaporkan ke Jampidsus untuk diusut sebagai kasus korupsi.
Tim terpadu dikabarkan memasukkan enam perusahaan tersebut sebagai bagian dari penyerahan tahap kedua kepada kejaksaan. Total kerugian negara yang ditimbulkan lebih dari Rp3 triliun.
Dalam perkembangannya, KPK mengumumkan penyidikan kasus dugaan korupsi pembiayaan ekspor pada LPEI, Selasa (19/3/2024). Selang satu hari setelah Sri Mulyani melaporkan kasus yang sama ke Kejaksaan Agung, Senin (18/3/2024).
Hal ini kemudian memunculkan kritik dua lembaga penegak hukum tersebut tengah adu pacu untuk berebut menangani kasus tersebut.
Dalam pernyataan kepada media KPK menyebutkan sejumlah modus dalam konstruksi perkara dugaan korupsi pembiayaan ekspor pembiayaan oleh LPEI kepada tiga debitur. KPK dalam perkara ini mengklaim dugaan korupsi yang bersamaan diusut Kejagung tersebut ditaksir merugikan negara hingga Rp3,45 triliun.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mulanya mengungkapkan gambaran dugaan tindakan melawan hukum Komite Pembiayaan LPEI atas kebijakannya memberikan kredit kepada salah satu perusahaan, PT PE.
"PT PE mendapatkan fasilitas kredit sebanyak 3 kali: 2015, 2016, dan 2017. Total US$22 juta dolar dan Rp600 miliar," ungkap Alex mengawali paparannya.
Fasilitas kredit modal kerja tersebut, kata Alex, diberikan untuk mendukung modal kerja PT PE dalam usaha niaga umum BBM dan bahan bakar lainnya. KPK dalam kegiatan pembiayaan ini menyoroti kewenangan pemberian pembiayaan yang berada pada Komite Pembiayaan LPEI.
Profil LPEI atau Indonesia Eximbank
LPEI atau yang biasa dikenal dengan Eximbank merupakan lembaga pembiayaan, penjaminan, dan asuransi aktivitas ekspor nasional. Lembaga ini dibentuk pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. LPEI juga wajib menyampaikan segala laporan kepada Kemenkeu.
Dalam beleid itu dijelaskan, LPEI dapat melakukan pembiayaan yang diberikan dalam bentuk pembiayaan modal kerja atau investasi. Untuk penjaminan, bentuk penjaminan yang dimaksud meliputi penjaminan bagi eksportir Indonesia atas pembayaran yang diterima dari pembeli barang dan/atau jasa di luar negeri.
Selanjutnya, penjaminan bagi importir barang dan jasa Indonesia di luar negeri yang telah diberikan atau akan diberikan kepada eksportir Indonesia. Lalu, Penjaminan bagi Bank yang menjadi mitra penyediaan pembiayaan ekspor yang telah diberikan kepada eksportir Indonesia.
Kemudian, penjaminan dalam rangka tender terkait pelaksanaan proyek yang seluruhnya atau sebagian menunjang ekspor. Asuransi yang diberikan dapat berbentuk, asuransi atas risiko kegagalan ekspor, asuransi atas risiko kegagalan bayar, asuransi atas investasi yang dilakukan oleh perusahaan Indonesia di luar negeri, hingga asuransi atas risiko politik di suatu negara yang menjadi tujuan ekspor.
“Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Pembiayaan Ekspor Nasional, berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang selanjutnya disingkat LPEI sebagai lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,” bunyi Pasal 10 Beleid tersebut.
Selain itu, dalam menjalankan tugasnya LPEI juga bisa melakukan pembimbingan dan jasa konsultasi kepada Bank, Lembaga Keuangan, eksportir, produsen barang ekspor, khususnya Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan koperasi. Kemudian, melakukan kegiatan lain yang menunjang tugas dan wewenang LPEI sepanjang tidak bertentangan dengan UU No 2/2009.
Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, LPEI mendapat modal awal dari Penyertaan Modal Negara (PMN). LPEI juga dapat mendapatkan dana melalui penerbitan surat berharga, pinjaman, hingga hibah.
Melansir dari laman resminya, LPEI atau Iandonesia Eximbank adalah anggota aktif dari Forum Asian Exim Banks, sebuah kerja sama regional antara bank-bank Exim utama yang berlokasi terutama di Asia.
Saat ini LPEI memiliki 9 kantor yang tersebar di beberapa wilayah, yakni 1 kantor pusat di Jakarta, 3 kantor wilayah di Jakarta, Surabaya, dan Surakarta, 2 kantor cabang di Medan dan Makassar, serta 3 kantor perwakilan di Balikpapan, Batam, dan Denpasar.
“Didirikan pada tahun 2009, Indonesia Eximbank merupakan lembaga keuangan di bawah Pemerintah Republik Indonesia. Tujuan utamanya adalah untuk mendorong pertumbuhan ekspor nasional dan membantu eksportir dalam mengembangkan kapasitas usahanya,” tulis situs resmi LPEI.
(azr/lav)