Pada 2022 hingga awal 2023, perang di Ukraina membuat harga gas melambung sehingga banyak pembangkit listrik yang kembali menggunakan batu bara yang lebih murah. Namun, saat ini harga gas sudah turun drastis.
Dalam setahun terakhir, harga gas TTF di Belanda jatuh 26,6%. Sementara harga gas di Inggris anjlok 20,85%. Harga gas kini sudah 90% di bawah puncaknya pada 2022.
“Banyak pembangkit yang beralih dari batu bara ke gas dalam beberapa bulan terakhir. Ini sudah terjadi pada 2023 dan berlanjut tahun ini,” kata Fabian Skarboe Roenningen dari Rystad Energy, seperti dikutip dari Bloomberg News.
Roenningen memperkirakan akan semakin banyak pembangkit yang beralih dari batu bara ke gas, seperti di Jerman, Polandia, dan Belanda. Bahkan termasuk di negara-negara produsen batu bara tetapi memiliki jalur transmisi untuk mengimpor gas seperti Republik Ceska, Yunani, Rumania, dan Bulgaria.
Analisis Teknikal
Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), batu bara sejatinya masih bullish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 61,66. RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bullish.
Sementara indikator Stochastic RSI menunjukkan angka 58,71. Masih jauh dari area jenuh beli (overbought) sehingga ada ruang untuk akumulasi.
Oleh karena itu, harga batu bara sebenarnya berpeluang naik karena masih bullish dan belum overbought. Target resisten terdekat ada di US$ 133/ton. Jika tertembus, maka US$ 136/ton bisa menjadi target selanjutnya.
Sedangkan target support terdekat adalah US$ 126/ton. Penembusan di titik ini bisa membawa harga batu bara turun ke arah US$ 122/ton.
(aji)