The Fed akan membuat pengumuman moneter beberapa jam setelah Bank Indonesia, dengan pasar mencermati tanda-tanda pelonggaran kebijakan di AS.
Penundaan terhadap proyeksi penurunan suku bunga The Fed dapat memicu aksi jual lebih lanjut dan mengganggu kestabilan rupiah.
“Mengingat fokus pada stabilitas eksternal, waktu pivot BI akan bergantung pada pivot the Fed AS,” kata Krystal Tan, Ekonom di Australia & New Zealand Banking Group.
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan terkait kebijakan terbaru Bank Indonesia:
Pelemahan Rupiah
Perry Warjiyo mengatakan bahwa stabilitas mata uang menjadi salah satu tujuan utama BI. Stabilitas akan menentukan waktu dan langkah kebijakan bank sentral selanjutnya.
Ketidakpastian seputar waktu pemangkasan suku bunga The Fed telah membebani mata uang negara-negara berkembang termasuk rupiah, yang mungkin juga akan segera menghadapi tekanan musiman. Rupiah telah melemah 2% terhadap dolar AS tahun ini.
Para investor mewaspadai aset-aset Indonesia di tengah transisi politik dan prospek defisit anggaran yang lebih besar, dengan US$1,3 miliar dana keluar dari obligasi domestik tahun ini.
“Kami tidak memperkirakan dana-dana asing akan kembali dalam waktu dekat, mengingat ketidakpastian global yang masih tinggi, investor kemungkinan akan tetap memiliki kelebihan kepemilikan pada obligasi-obligasi negara maju,” kata Isfhan Helmy, kepala riset institusional PT Sinarmas Sekuritas di Jakarta
Di dalam negeri, menurunnya surplus perdagangan dan berkurangnya cadangan devisa mengikis dukungan untuk rupiah. BI telah membeli obligasi pemerintah untuk mengimbangi penjualan oleh bank-bank domestik karena turunnya simpanan.
Walau pembelian obligasi dimaksudkan untuk menjaga imbal hasil tetap rendah dan stabil, “hal ini dapat mendistorsi sinyal harga di pasar, menekan imbal hasil ke tingkat yang tidak menarik untuk investor asing yang mencari imbal hasil,” kata Lazuardin Thariq Hamzah dan Barra Kukuh Mamia, ekonom PT Bank Central Asia (BCA).
Inflasi Makanan
Otoritas boleh jadi mungkin memiliki lebih banyak alasan untuk tetap waspada karena perayaan Ramadan dan Idul Fitri selama bulan depan dapat meningkatkan harga makanan lebih lanjut, terutama di tengah biaya pengiriman global yang lebih tinggi karena Krisis Laut Merah.
Harga-harga konsumen naik 2,75% di bulan Februari. Ini merupakan laju tercepat dalam tiga bulan terakhir dan berada di atas titik tengah target Bank Indonesia sebesar 1,5%-3,5%.
Melonjaknya harga beras, cabai, dan ayam mendorong inflasi volatile food menjadi 8,5%, jauh di atas target 5% yang ditetapkan oleh pemerintah dan BI.
(bbn)