Fraud atau kecurangan terkait pemberian fasilitas kredit ekspor ini, kata Alex, berawal dari dugaan pengabaian komite pembiayaan dalam memutuskan pembiayaan pada PT PE.
"Mengabaikan jaminan kelayakan pembiayaan, dan indikasi ketidakwajaran dalam laporan keuangan yang dijadikan rujukan memorandum analisa pembiayaan," ujar Alex.
"Jadi laporan keuangan PT PE diduga itu tidak mengandung kebenaran itu pada laporan PT PE dijadikan rujukan dalam analisis pemberian pembiayaan ke PT PE," kata Alex menegaskan.
Komite Pembiayaan LPEI, kata Alex, misalnya memberikan fasilitas kredit bermodalkan agunan PT PE berupa 3 unit ruangan kantor yang belum terbit sertifikat kepemilikan atas aset tersebut.
"3 unit urangan kantor di GB plaza yang belum diikat sempurna dan berisiko kegagalan pengikatan jaminan. Diduga komite pembiayaan menyetujui penambahan jaminan berupa fix aset yang belum ada dan belum dilakukan penilaian oleh apraisal," ujar Alex.
Abaikan Kondisi Keuangan Debitur
KPK juga menduga LPEI mengabaikan kondisi keuangan dalam laporan PT PE yang tidak sesuai dengan persyaratan financial covenant. Current Ratio PT PE, lanjut Alex, lebih kecil dari 1 kali yang seharusnya minimal satu kali curent ratio.
"Artinya kalau perusahaan itu pailit kemudian apa asetnya, mestinya kalau current ratio di atas satu itu bisa digunakan untuk membayar fasilitas kredit, persyaratan itu sudah ditentukan oleh lembaga LPEI," kata dia.
LPEI juga dianggap mengabaikan debt to equity ratio (rasio utang dan modal) PT PE yang lebih besar dari 4 kali, padahal seharusnya maksimal 4 kali. Selain itu, kata Alex, terdapat dugaan PT PE memanipulasi laporan keuangan sehingga meningkatkan nilai valuasi PT PE.
"Ini beberapa dugaan fraud yang dilakukan, tidak telitinya dari eks Komite Kredit dari LPEI dalam menganalisis laporang keuangan PT PE," ujar Alex.
Abaikan Transaksi Side Streaming
Alex kembali membongkar dugaan perbuatan melawan hukum LPEI karena pengabaian terhadap transaksi side streaming PT PE.
Komite Pembiayaan LPEI diduga mengabaikan transaksi side streaming dari PT PE terhadap PT KPM periode 2015 sampai 2016, diduga hal tersebut terjadi karena jajaran direksi LPEI sudah tahu bahwa masuknya PT PE ditujukan untuk menopang outstanding PT KPM. Kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang terafiliasi.
"Komite pembiayaan LPEI masih menganggap bisnis PT PE berjalan normal. Dalam MAP KMK yang pertama proyeksi suplai bbm ke PLN mencapai 70 ribu KL per bulan, padahal kenyataannya penjualan PT KPM ke PLN kurang 10 ribu KL per bulan. Jadi volume bisnis PT PE sendiri ternyata tidak seusai prediksi awal," tegas Alex.
Calon Tersangka
Ketika ditanya lebih jauh bakal nama tersangka yang akan diumumkan, Alexander berkilah.
"Calon (tersangka) ada, ya kalo calon ada kan, ya gak usah disebutkan, nantilah," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, KPK mengusut dugaan korupsi pembiayaan ekspor pada tiga debitur LPEI.
"Baru tiga [debitur], yang lain belum," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Tiga perusahaan debitur tersebut adalah perusahaan ekspor bahan bakar minyak (BBM) berinisial PT PE, PT RII, dan PT SMYL.
"Totalnya mencapai Rp3,451 triliun," kata Ghufron.
(ain)