“Waktu itu bicara tentang cukai ini untuk mengdiscourage consumption karena itu bisa jadi kita akan melihat dari sisi timingnya mengenai kondisi ekonomi, urgensi dari sisi pengenaan dan dari target yang telah ditetapkan di APBN,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan DPR RI, Selasa (19/3/2024).
Lebih lanjut, ia mengatakan khusus cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) penerapannya akan lebih kompleks lagi. Menurutnya, dalam Undang-Undang kesehatan mensyaratkan masalah terkait berpemanis masuk ke dalam UU kesehatan.
“Di mana nanti ada pembahasan antar Kementerian/Lembaga (K/L), Menteri Kesehatan, Menteri Perindustrian, dan mengenai kadar gula, kadar garam yang dianggap sehat versus industri,” tuturnya.
Ia menyebut, hal ini telah menyebabkan munculnya berbagai reaksi akibat adanya pembahasan antar K/L. Meskipun begitu, Bendahara Negara tetap memastikan pihaknya akan terus memonitor dan juga berkonsultasi dengan berbagai pihak.
“Tapi sebetulnya dari dari sisi kami yang akan melaksanakan kita juga perlu konsultasi diantara K/L itu sendiri, di kabinet maupun kepada DPR,” ucapnya.
Sebagai informasi, pungutan MBDK ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 130 Tahun 2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023, yang ditargetkan menyumbang Rp3,08 triliun dalam penerimaan cukai.
Dalam rincian penerimaan perpajakan pada Perpres Nomor 76 Tahun 2023 tentang Rincian APBN tahun anggaran 2024 menyebut, pendapatan cukai produk plastik senilai Rp1.849.260.000 dan pendapatan cukai minuman berpemanis dalam kemasan dengan nilai Rp4.389.224.000.
(azr/lav)