Sementara Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan 6 mata uang utama dunia) melemah 0,1%. Franc Swiss masih fluktuatif, yen Jepang melemah, dan dolar Australia menguat tipis.
Investor masih berdebat mengenai langkah Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) selanjutnya, apakah benar-benar menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) atau menahannya dalam rapat 21-22 Maret 2023. Para trader tidak lagi melihat kemungkinan kenaikan lebih dari 50 bps.
“Belum jelas apakah tidak menaikkan suku bunga akan membantu mengatasi masalah di sistem perbankan. Jika The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga, maka akan memberi sinyal bahwa mereka panik. Itu juga akan membuat tekanan inflasi semakin intensif,” tegas Gerard MacDonnel dari 22V Research.
Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Australia dan Selandia Baru turun di bawah 10 poin. Sedangkan yield obligasi pemerintah AS tenor 2 tahun turun lebih dari 20 bps karena pelaku pasar melakukan kalibrasi ulang terhadap arah suku bunga.
Para pembuat kebijakan di AS bergerak cepat untuk memulihkan kepercayaan setelah kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) dan masalah di Credit Suisse. Pengambilalihan Credit Suisse oleh UBS bertujuan untuk mencegah penarikan dana.
Sementara itu, The Fed dan 5 bank sentral lainnya sepakat untuk meningkatkan likuiditas dolar AS melalui perjanjian swap.
“Kita belum bisa melihat dampaknya karena pasar belum seluruhnya buka. Reli di pasar saham masih terbatas,” kata Subadra Rajappa, Head of US Rates Strategy di Societe Generale SA.
Di pasar lain, harga Bitcoin mendekati level tertinggi sejak Juni 2022 seiring reli di aset kripto. Harga emas turun dari posisi tertinggi dalam setahun terakhir karena pelarian ke aset aman mulai turun.
Harga minyak relatif stabil karena langkah menjaga krisis perbankan diharapkan mampu meningkatkan permintaan.
(bbn)