Bambang mengatakan, secara kumulatif, pengajuan RKAB sektor pertambangan mineral yang diterima Kementerian ESDM mencapai 731 rancangan.
Pengajuan-pengajuan tersebut lantas dievaluasi berdasarkan kriteria administrasi, sumber daya dan cadangan, penambangan, pengolahan, pemasaran, PPM, keuangan dan PNBP, serta keseimbangan pertambangan.
“Setelah dilakukan proses evaluasi terhadap seluruh 731 RKAB [mineral] yang masuk ke Ditjen Minerba, perinciannya adalah sebagai berikut; 201 permohonan, 19 persetujuan, dan 10 penolakan,” kata Bambang.
Dia mengatakan sampai dengan saat ini masih terdapat 530 permohonan RKAB yang masih diberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan.
Sangat Lambat
Sebelumnya, kalangan pelaku usaha pertambangan mengeluhkan Kementerian ESDM sangat lambat dalam menerbitkan persetujuan RKAB, khususnya untuk pertambangan nikel.
Direktur Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widayanto mengungkapkan dari sekitar 700 pengajuan RKAB pertambangan mineral, sepanjang tahun berjalan Kementerian ESDM baru menyetujui sebanyak 142 pengajuan (per awal Maret).
“Saat ini RKAB sudah disetujui 142 buah, dengan total produksi 259 juta ton basah [wet metric ton]. [...] Pengajuan RKAB nikel disesuaikan dengan permintaan dari pabrik pengolahan dan pemurnian [smelter] agar tidak oversupply,” ujarnya saat dihubungi, Senin (4/3/2024).
Dia pun tidak menampik keterlambatan penerbitan RKAB pertambangan tersebut berisiko menghambat produksi nikel Indonesia. Imbasnya, dunia yang belakangan tengah menghadapi surplus akibat luberan pasok nikel murah dari Indonesia, bisa saja berbalik menjadi defisit pada tahun ini.
“Harga nikel sedang menuju turun. Dengan prognosis dunia, permintaan masih menuju ke atas atau naik, maka harga pun akan menyesuaikan,” tuturnya.
Harga nikel telah turun 40% sejak awal 2023 di London Metal Exchange (LME). Per hari ini, Selasa (19/3/2024), nikel diperdagangkan di US$18.074/ton di LME, turun tipis 0,02% dari hari sebelumnya.
Di lain sisi, Macquarie Group Ltd juga memperingatkan pasar nikel global dapat secara mengejutkan berbalik mengalami defisit tahun ini, jika pertumbuhan produksi Indonesia terhambat oleh lambatnya persetujuan izin pertambangan.
Macquarie pada dasarnya masih berpegang pada estimasi bahwa pasar nikel dunia akan mengalami surplus hampir 40.000 ton tahun ini. Namun, proyeksi itu bisa berbalik arah jika Pemerintah Indonesia lambat dalam memberi persetujuan RKAB pertambangan.
Analis Macquarie, Jim Lennon, memproyeksikan pertumbuhan produksi nikel di Indonesia berisiko turun di bawah 13% pada tahun ini akibat keterlambatan izin RKAB.
“Ini adalah perubahan besar dari perkiraan kami baru-baru ini,” tulis mereka, dikutip Bloomberg.
Tanpa persetujuan RKAB tersebut, produsen nikel tidak dapat beroperasi, sehingga proses produksi pun bisa terhambat. Pemerintah berjanji bahwa izin-izin tersebut akan dituntaskan pada bulan ini.
Di luar Indonesia, stok nikel yang tertumpuk di China tahun lalu mungkin juga lebih kecil dari perkiraan sebelumnya mengingat peningkatan konsumsi yang lebih besar dari perkiraan, kata para analis, mengutip penelitian lapangan.
Walhasil, pasar tampaknya lebih mendekati keseimbangan dibandingkan dengan penilaian sebelumnya, kata Macquarie.
Sekadar catatan, bijih nikel di Indonesia diperdagangkan dengan harga lebih dari US$7 per ton dibandingkan dengan harga jual minimum yang ditetapkan pemerintah, kata Macquarie. Hal ini akan menambah sekitar US$700 per ton biaya produksi di negara ini.
Kondisi tersebut juga memberikan keringanan yang signifikan bagi para penambang dan pabrik peleburan di Indonesia, di mana banyak dari mereka yang mempertimbangkan penutupan pabrik karena produksi besar-besaran berbiaya rendah di Indonesia membuat mereka tidak kompetitif.
-- Dengan asistensi Dovana Hasiana
(wdh)