Kevin Walkush, manajer portofolio di Jensen Investment Management, memberi gambaran, investor yang punya horison jangka panjang melirik AI. Perusahaan yang kemudian dipilih bukan Apple Inc, tapi Nvidia Corp.
Nvidia Corp mengambil alih posisi Apple sebagai raksasa teknologi yang harus dimiliki karena permintaan yang tampaknya tidak pernah terpuaskan untuk cip yang digunakan untuk mendukung teknologi large language models (LLM). Tipe investor ini menginginkan pertumbuhan besar berikutnya dan AI adalah jawabannya.
“Jika Anda adalah investor jangka panjang yang sangat menyukai pertumbuhan yang solid dan stabil, yang sangat mirip anuitas, dengan margin yang terus tumbuh, profitabilitas yang terus membaik, dan bisnis yang menghasilkan uang tunai dalam jumlah besar serta masih memiliki banyak inovasi, menurut kami Apple adalah tempat yang tepat,” ucap dia.
Memang perusahaan ini masih menghasilkan pendapatan yang sangat besar, tetapi apakah itu dapat terus meningkat dengan kecepatan yang diharapkan para investor.
Para eksekutif Apple mengatakan bahwa mereka memiliki rencana besar untuk AI, yang diharapkan dapat membantu menghidupkan kembali pertumbuhan. Namun sejauh ini sulit untuk mengukur prospeknya.
Semua ini membuat para investor terus bertanya, jika impian AI Apple tidak terwujud, bagaimana pencapaian sahamnya saat ini?
Phil Blancato, kepala eksekutif di Ladenburg Thalmann Asset Management dan kepala strategi pasar di Osaic menyandingkan Apple dengan Coca-Cola. “Semua hal yang Anda inginkan yang akan menawarkan profil defensif dan imbal hasil di tingkat pasar di masa mendatang sampai mereka memiliki katalis baru.”
Nilai saham Apple telah turun 10% sepanjang tahun ini, setara US$330 miliar (sekitar Rp5.148 triliun) kapitalisasi pasar. Apple harus merelakan posisinya ke Microsoft Corp—yang didukung oleh penggabungan teknologi ChatGPT dalam ekosistem software Office-nya, dan telah berdampak pada pendapatan perseroan.
Microsoft kini memiliki nilai pasar hampir US$3,1 triliun dibandingkan dengan Apple yang hanya US2,7 triliun. Nvidia, yang pendapatan dan labanya melonjak di tengah perlombaan kekuatan komputasi AI, tidak jauh di belakang dengan nilai perusahaan US$2,2 triliun.
Masalahnya bukan karena Apple tiba-tiba berhenti tumbuh, hal ini sudah terjadi sejak lama — pendapatannya menyusut di setiap kuartal pada tahun fiskal terakhirnya, bahkan ketika sahamnya mencapai rekor.
Masalahnya adalah perusahaan belum menunjukkan apa pun tentang AI pada saat penjualan iPhone lesu dan perusahaan menghadapi ancaman regulasi yang meningkat.
“Kami sedang mengalami gelombang inovasi yang luar biasa. Pasar mengatakan bahwa Apple memiliki banyak hal yang harus dibuktikan di sini dan sampai saat ini mereka belum menunjukkannya,” kata Mark Lehmann, kepala eksekutif di Citizens JMP Securities.
Sangat Tertutup
Apple tidak banyak membocorkan rencananya untuk memasukkan layanan AI ke dalam produknya. Chief Executive Officer Tim Cook telah berjanji bahwa Apple akan “membuat terobosan baru” di bidang AI tahun ini dan para profesional pasar mengantisipasi berita besar pada konferensi tahunan pengembang perangkat lunak perusahaan dalam beberapa bulan mendatang.
Namun, banyak investor yang kehilangan kesabaran dan beralih ke saham-saham yang memiliki jalur yang lebih jelas di bidang AI.
Inti dari kesengsaraan Apple adalah hilangnya pertumbuhan pendapatan dan tidak jelas bagaimana hal itu bisa terjadi. Kategori produk baru utama pertama perusahaan ini dalam hampir satu dekade terakhir, headset Vision Pro, diperkirakan tidak akan memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan selama bertahun-tahun.
Apple baru-baru ini menghentikan upaya panjangnya untuk membangun mobil listrik. Pada saat yang sama, pendapatan iPhone stagnan dan penjualannya di China menurun di tengah ekonomi yang lemah dan persaingan yang semakin ketat.
Tantangan Non-Bisnis
Selain itu, Apple juga menghadapi tekanan yang meningkat dari para regulator, dengan denda sekitar US$2 miliar dari Uni Eropa usai hasil nvestigasi mengungkap Apple memblokir saingan streaming musik di platformnya.
Di AS, Departemen Kehakiman tampaknya hampir mengajukan gugatan antimonopoli setelah lima tahun bekerja membangun sebuah kasus yang menuduh Apple memberlakukan pembatasan perangkat software dan hardware pada iPhone dan iPad untuk menghalangi persaingan dari para pesaing.
Penjualan pada tahun fiskal 2023 turun 3% dan diproyeksikan naik hanya 2% pada tahun ini, dilaporkan Bloomberg News.
Sebagai perbandingan, pendapatan perusahaan tahun 2021 meningkat 33%. Sementara itu, penjualan Nvidia diproyeksikan melonjak 79% dan Microsoft 15% pada tahun fiskal perusahaan saat ini.
Selama beberapa tahun terakhir, Apple telah memiliki valuasi premium yang setara dengan Microsoft. Dua tahun lalu, ketika saham-saham teknologi terpukul keras, saham-saham ini bertahan jauh lebih baik daripada saham-saham sejenisnya.
Kini kondisi jauh lebih lesu dengan Apple dihargai sekitar 25 kali lipat dari proyeksi laba selama 12 bulan ke depan, turun dari sekitar 30 kali lipat pada musim panas lalu. Itu mirip dengan valuasi Walmart Inc. Sementara itu, Microsoft dihargai 32 kali lipat dan Nvidia 35 kali lipat.
Meski begitu, perdagangan Microsoft yang mencapai rekor tertinggi sebenarnya dapat menjadi contoh untuk potensi jangka panjang Apple. Ketika CEO Satya Nadella mengambil alih perusahaan ini pada tahun 2014, perusahaan ini merupakan pembuat perangkat software dengan pola pikir abad ke-20 dan saham yang merana. Sekarang perusahaan ini ada di mana-mana, mulai dari cloud hingga AI, dan sahamnya melonjak.
“Setiap orang harus menemukan kembali diri mereka sendiri, dan ini menunjukkan betapa cepatnya revolusi teknologi. Microsoft akhirnya berhasil, tapi mereka butuh waktu 15 tahun untuk mengetahuinya,” kata Lehmann dari Citizens JMP.
Terlepas dari kinerja suram tahun ini, sangat mudah untuk mengatakan bahwa saham Apple siap untuk rebound dan masih terlalu dini untuk menghitungnya keluar dari perlombaan AI.
- Dengan asistensi Jeran Wittenstein.
(wep)