Logo Bloomberg Technoz

Di Amerika Serikat (AS), inflasi masih ‘panas’. Inflasi di level produsen pada Februari tercatat 0,6% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Ini menjadi laju tercepat dalam 6 bulan terakhir.

Sementara dibandingkan Februari 2023 (year-on-year/yoy), inflasi level produsen berada di 1,6%. Tertinggi sejak September tahun lalu.

Sedangkan inflasi produsen inti (mengeluarkan makanan dan energi) berada di 0,3% mtm dan 2% yoy.

Inflasi yang masih ‘bandel’ ini membuat bank sentral Federal Reserve sepertinya sulit untuk bisa menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Sebelumnya, sejumlah pejabat teras The Fed termasuk Gubernur Jerome ‘Jay’ Powell menegaskan pihaknya tidak akan terburu-buru dalam menyesuaikan Federal Funds Rate.

“Para pejabat The Fed begitu waspada belakangan ini, dan angka inflasi terbaru tidak mengubah itu. Jika harga emas jatuh ke bawah US$ 2.135/troy ons, maka akan memicu aksi jual dari para spekulan,” kata Ole Hansen, Head of Commodity Strategy di Saxo Bank, seperti diwartakan Bloomberg News.

Analisis Teknikal

Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), emas memang masih bullish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 68,88. RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bullish.

Namun, indikator Stochastic RSI menunjukkan angka 38,89. Cenderung berada di posisi jual (short) dan belum masuk area jenuh jual (oversold).

Meski demikian, harga emas sepertinya masih bisa naik terbatas dalam waktu dekat. Target resisten terdekat adalah US$ 2.162/troy ons. Jika tertembus, maka US$ 2.164/ons bisa menjadi target selanjutnya.

Sementara target support terdekat adalah US$ 2.155/troy ons. Penembusan di titik ini  bisa membawa harga emas jatuh menuju US$ 2.151/troy ons.

(aji)

No more pages