"Ini ada kaitan yang panjang. Menurut kami, HGBT memiliki dampak langsung terhadap mencapai ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, kami harap HGBT dilanjutkan."
Dia pun menyinggung bahwa belakangan, sejumlah otoritas kementerian dan lembaga seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perindustrian, hingga SKK Migas juga telah memberi sinyal positif untuk melanjutkan kebijakan yang berakhir pada Desember tahun ini.
Tarik Ulur
Kmenterian ESDM menyebut memang masih mengevaluasi soal usulan kelanjutan insentif kebijakan HGBT yang dikhususkan untuk industri melewati 2024.
Koordinator Program Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM Rizal Fadjar Muttaqien mengatakan evaluasi tersebut menyusul adanya usulan dari Kementerian Perindustrian yang meminta kebijakan itu dilanjutkan.
"Dari kami ESDM masih menunggu evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan HGBT yang sudah berjalan," ujar Rizal dalam diskusi, akhir Februari.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya telah mengirimkan surat kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif untuk meminta dukungan keberlanjutan HGBT setelah periode 2024.
Dalam surat bernomor B/25/M-IND/IND/I/2024 itu, Menperin menilai kebijakan tersebut telah mendukung dan membuat industri dalam memenuhi kebutuhan harga gas yang kompetitif, dan dinilai menjadi daya tarik investasi asing maupun domestik.
Rizal tak menampik apa yang dikatakan oleh Menperin Agus Gumiwang. Hanya saja, Kementerian ESDM meminta para pengguna gas bumi atau industri tersebut juga perlu melakukan evaluasi penggunaan HGBT-nya.
"Artinya nanti ketika ada kinerja dari masing-masing pengguna gas bumi yang tidak sesuai komitmen awal, tentunya ada evaluasi dari teman-teman di Kemenperin untuk bisa mengajukan ataupun mengurangi pasokan atau menghentikan kebijakan HGBT," kata dia.
Hal itu ditujukan untuk memastikan ketersediaan dan dampak kepada penerimaan negara yang juga bakal tergerus, seiring dengan adanya kebijakan HGBT tersebut.
Penerimaan Negara
Sementara itu, SKK Migas sempat mengestimasikan penerimaan negara dari selisih harga yang timbul imbas kebijakan HGBT mencapai US$1 miliar atau sekitar Rp15,6 triliun (kurs saat ini).
Angka tersebut dihitung berdasarkan perkiraan selisih harga yang semestinya diterima negara dari hasil penjualan gas di hulu tanpa kebijakan yang diterapkan sejak 3 tahun lalu itu.
"Saya mencatat jumlahnya di 2023 ini bisa mencapai lebih dari US$1 miliar pada potensi penurunan penerimaan negara. Namun ini masih angka-angka sementara yang masih akan kita lakukan rekonsiliasi lebih lanjut," ujar Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi dalam diskusi virtual, belum lama ini.
Kebijakan HGBT sedianya tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 91/2023. Lalu, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 121/2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
Dalam kebijakan itu, HGBT ditentukan serendah US$6/MMBtu yang menyasar ke tujuh sektor industri yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Kurnia mengatakan, risiko tersebut memang tak terhindarkan seiring dengan upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas keuangan industri hulu migas, yang menyalurkan gas sesuai dengan HGBT.
Mandat itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 121/2020, yang mengamanatkan bahwa penerimaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) atau industri hulu migas tak boleh berkurang atau kept-whole akibat adanya kewajiban pasok gas HGBT itu.
"[Namun]. penerimaan yang berkurang ini harapannya bisa dikompensasi dengan adanya peningkatan kinerja dan dampak multiplier effect yang dirasakan oleh industri-industri tadi," ujar Kurnia.
Sepanjang 2023, realisasi penyaluran HGBT kepada 7 industri tersebut juga dilaporkan belum maksimal, atau hanya mecapai sekitar 90%.
(ibn/wdh)