Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Larangan operasi TikTok di Amerika Serikat (AS) merupakan ancaman bisnis yang tidak kecil, terdapat aliran nilai transaksi perdagangan (GMV) US$20 miliar atau mencapai Rp310 triliun yang mungkin hilang.

TikTok adalah pesaing serius Amazon, e-commerce asli dari negeri Paman Sam di pasar domestik. GMV TikTok, anak usaha perusahaan teknologi ByteDance, asal China itu, dilaporkan Bloomberg News mencapai lebih dari Rp310 triliun.

Seperti juga di Indonesia, TikTok membalutkan aplikasinya sebagai social commerce, menggabungkan dua fitur—perdagangan dan komunitas online.

Kekuatan TikTok adalah video format vertikal berdurasi singkat, dengan . menampilkan konten ‘For You’ dan ‘Following’ yang akan menjanjikan pengguna, dan secara langsung menampilkan produk-produk rekomendasi siap beli secara konsisten.

TikTok sukses meniru dan menyempurnakan konsep dagang-el Amazon, dengan harga murah, seperti sweater Nike berharga US$2,99 yang tampak seperti produk palsu. Banyak pihak mengatakan produk-produk yang dijual TikTok Shop akan dikirim dari China, markas TikTok, yang merupakan anak usaha ByteDance Ltd.

Dalam laporan Financial Times, ByteDance menikmati keuntungan hasil bisnis TikTok secara global mencapai US$120 miliar tahun lalu.

Baca Juga: TikTok Jadi Isu Keamanan AS vs China

Sandungan terbaru TikTok adalah DPR AS yang baru mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) yang melarang TikTok di AS. Jika RUU kemudian masuk Kongres dan disepakati secara aklamasi oleh DPR dan Senat, maka TikTok akan stop operasi.

Dampak terburuk bagi TikTok saat aturan berlaku maka aplikasi akan dilarang, baik melalui toko aplikasi AS seperti yang dijalankan oleh Apple Inc dan Google dari Alphabet Inc, ataupun penyelenggara jasa internet (ISP).

Pertikaian TikTok milik ByteDance dengan anggota Kongres di Amerika Serikat (AS). (Dok: Bloomberg)

DPR membuka opsi TikTok tidak dilarang asalkan menjual entitas di wilayah hukum AS. Ide ini pernah dibahas lewat penjajakan jual beli aset Amerikanya kepada  Oracle Corp pada era pemerintahan Presiden Donald Trump.

DPR membawa isu keamanan data. Bahwa 170 juta penggunanya di AS akan dimanfaatkan oleh pemerintah China, lewat skenario; pengumpulan data, memata-matai, dan menjalankan operasi memengaruhi.

Hal selalu dibantah CEO TikTok Shou Chew, kala DPR AS mengatakan aplikasi perusahaan mirip ‘Kuda Troya’ yang bisa memberi kemampuan pada China memanipulasi pemikiran warga AS.

“Saya tegaskan: ByteDance bukan agen China atau negara lain,” kata Chew dalam rapat dengar pendapat.  Terlebih perusahaan, lanjt Chew sudah memindahkan data server pengguna AS, yang dianggap sensitif, ke aset milik Oracle di Austin, Texas — dalam operasi yang dikenal dengan nama Project Texas. TikTok juga mengatakan source code boleh dikaji oleh pihak ketiga.

(wep)

No more pages