"Namun, kami perkirakan penurunan harga komoditas akan berdampak lebih besar sehingga rasio bunga/pendapatan yang kami proyeksikan sebesar 14,8% pada 2024, jauh lebih tinggi dibanding median kategori 'BBB' sebesar 8,7%," jelas Fitch Ratings dalam pernyataan resmi, Jumat (15/3/2024).
Kinerja neraca dagang pada Februari bisa menjadi cerminan. Nilai surplus neraca dagang RI terjatuh ke level terendah dalam sembilan bulan terakhir tinggal US$867 juta, jauh lebih kecil dibandingkan prediksi para pelaku pasar yang memperkirakan bisa mencapai US$2,3 miliar.
Penyebabnya adalah penurunan kinerja ekspor komoditas utama seperti batu bara, besi dan baja serta minyak sawit mentah (CPO). Padahal nilai ekspor tiga komoditas itu memberi share hingga 30,22% dari total ekspor non-migas Indonesia pada bulan lalu.
Ekspor minyak sawit mentah (CPO) turun sampai 40%, nikel juga anjlok 27% terseret penurunan harga di pasar global ditambah kelesuan harga batu bara yang membuat nilai ekspor turun 18,7%. Alhasil, nilai ekspor anjlok hampir 10% menjadi US$ 19,31 miliar.
Risiko fiskal 'makan siang gratis'
Selain penurunan pendapatan akibat berakhirnya pesta harga komoditas, Indonesia juga dinilai masih menghadapi risiko ketidakpastian fiskal dalam jangka pendek. "Kami yakin risiko fiskal jangka menengah telah meningkat karena rencana fiskal pemerintah berikutnya masih belum pasti dengan beberapa janji kampanye tampaknya memerlukan biaya besar," kata Fitch.
Program makan siang dan susu gratis di sekolah yang diusung Prabowo Subianto, yang sejauh ini memimpin perolehan suara dalam perhitungan real count oleh Komisi Pemilihan Umum, disebut oleh timnya bisa menghabiskan biaya hingga 2% PDB setiap tahun.
Prabowo juga menyebut bahwa Indonesia bisa mempertahankan rasio utang di angka jauh lebih tinggi daripada saat ini dan menargetkan pertumbuhan PDB sebesar 8%.
Lembaga pemeringkat berpengaruh ini memperkirakan defisit fiskal APBN 2024 akan di kisaran 2,5%. Sementara pada 2025, defisit fiskal akan di kisaran 2,9%, tipis di bawah batas yang diperbolehkan Undang-Undang di 3%.
Lebih lanjut, lembaga pemeringkat ini mengungkapkan, peringkat 'BBB' yang disematkan itu didasari pada penilaian atas prospek pertumbuhan jangka menengah yang baik, rasio utang pemerintah dibanding PDB yang rendah dibandingkan dengan pendapatan pemerintah yang melemah dan beberapa indikator struktural yang masih tertinggal seperti tata kelola, bila dibandingkan negara lain di kelompok peringkat BBB.
Beberapa indikator lain seperti transaksi berjalan, sejauh ini masih lebih kuat dibanding sebelum prapandemi. Akan tetapi, diperkirakan akan berubah jadi normal beberapa tahun ke depan apabila harga komoditas terus melanjutkan penurunan.
Fitch memperkirakan pertumbuhan ekonomi RI akan melemah ke 4,9% tahun ini di tengah pelemahan permintaan global yang mempengaruhi pendapatan ekspor.
Namun, pada 2025, pertumbuhan ekonomi RI berpeluang bangkit ke 5,3% di tengah didapatinya kepastian pasca Pemilu dan Pilpres 2024 akan menarik investor yang selama ini menahan diri.
"Kami berasumsi kebijakan ekonomi Indonesia secara luas akan berlanjut pada pemerintahan yang baru," kata Fitch.
Arus masuk modal asing (Foreign Direct Investment) diperkirakan akan meningkat bertahap termasuk untuk sektor kendaraan listrik sejalan dengan aktivitas hilirisasi yang makin cepat, meningkatkan ekspor manufaktur, dan menambah nilai lebih pada ekspor komoditas.
Hal itu dinilai dapat mengurangi kerentanan neraca pembayaran dalam jangka menengah jika perkembangan ini secara struktural mengarah pada peningkatan ekspor manufaktur dan aliran masuk FDI, serta penurunan defisit transaksi berjalan. Meskipun pada 2023, persentase aliran masuk FDI terhadap PDB turun masing-masing menjadi 1,6% dan 1,1% secara bruto dan bersih, yang sebagian mungkin mencerminkan ketidakpastian sementara akibat pemilu," jelas Fitch.
Bank Indonesia gembira dengan keputusan Fitch Ratings tersebut. “Afirmasi rating Indonesia pada peringkat BBB dengan outlook stabil menunjukkan keyakinan kuat pemangku kepentingan internasional atas stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia yang tetap terjaga pasca pelaksanaan Pemilu 2024," komentar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menanggapi penilaian terbaru Fitch Ratings.
(rui/aji)