Higher for longer suku bunga global akan membatasi ruang bagi Bank Indonesia dalam memulai pelonggaran moneter meskipun sinyal perlambatan ekonomi sudah kentara, dari daya beli yang lemah juga inflasi pangan yang masih merangkak naik.
Rupiah mendapatkan beban tambahan dari data neraca dagang Februari yang mencatat nilai surplus terkecil sejak Mei 2023, sebesar US$867 juta, jauh di bawah perkiraan pelaku pasar.
Dalam penutupan di pasar New York pekan lalu, rupiah offshore (NDF) 0,2% ke posisi Rp15.656/US$ untuk kontrak 1 bulan dan di Rp15.639/US$ untuk NDF 1 pekan. Pergerakan rupiah NDF biasanya memberi petunjuk apa yang akan terjadi di pasar spot.
BI borong SUN
Dalam perdagangan terakhir pekan lalu, rupiah sempat melemah ke level Rp15.638/US$, pelemahan terdalam intraday sejak awal Februari.
Menutup perdagangan Jumat di pasar spot, rupiah akhirnya berhasil mengurangi pelemahan dengan ditutup di Rp15.595/US$ terbantu aksi Bank Indonesia dan pemodal domestik yang memborong surat utang. Sementara kurs tengah BI, JISDOR, ditutup lemah 0,3% ke Rp15.624/US$.
Sentimen bearish yang menekan pasar pasca rilis data inflasi harga produsen (PPI) AS, telah melonjakkan imbal hasil SUN dan menarik BI masuk ke pasar menahan kejatuhan harga surat utang, menurut pengamatan para pedagang pasar, seperti dilansir Bloomberg News, pekan lalu.
BI memborong surat utang agar tekanan terhadap nilai tukar bisa diimbangi. Imbal hasil INDOGB 10Y naik 1 bps ke posisi 6,65% pada Jumat lalu. Para investor domestik juga terlihat melanjutkan posisi pembelian SUN seiring jatuh tempo surat utang seri FR70. Data Bloomberg mencatat, ada SUN jatuh tempo senilai Rp122,4 triliun yang jatuh tempo Jumat lalu.
"Pasar masih terkendali dan kami terus memonitor perkembangannya," kata Edi Susianto, Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter Bank Indonesia.
Arus modal asing
Investor asing mulai masuk lagi ke pasar keuangan setelah capital outflow memuncak pekan sebelumnya. Data Bank Indonesia mencatat, berdasarkan data transaksi 13-14 Maret, investor asing tercatat net buy di pasar keuangan domestik sebesar Rp21,72 triliun.
Angka itu terdiri atas posisi net buy di pasar SBN (Surat Berharga Negara) senilai Rp12,44 triliun, lalu beli neto di pasar saham senilai Rp8,91 triliun dan Rp370 miliar di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Meski mencatat posisi net buy pekan lalu, di pasar SBN sepanjang tahun ini hingga data 14 Maret, investor asing masih membukukan net sell sebesar Rp23,34 triliun. Sementara di pasar saham dan SRBI, asing masih mencatat net buy masing-masing senilai Rp19,68 triliun dan Rp23,84 triliun.
Analisis teknikal
Secara teknikal dalam jangka waktu mingguan (weekly time frame), rupiah saat ini terlihat masih berada di zona bullish. Tercermin dari Relative Strength Index (RSI) sebesar 55,19. RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bullish.
Namun perlu dicermati bahwa indikator Stochastic RSI sudah berada di angka 96,23. Sudah cukup jauh di atas 80, yang berarti tergolong jenuh beli (overbought).
Melihat indikator-indikator tersebut, rupiah sepertinya masih akan bergerak melemah pekan ini dengan target support terdekat di Rp 15.626/US$. Jika tertembus, maka Rp 15.639/US$ bisa menjadi target berikutnya.
Sementara target resistance terdekat adalah Rp 15.585/US$. Penembusan di titik ini bisa membawa rupiah menguat ke arah Rp 15.316/US$.
Sedangkan untuk hari ini, secara teknikal, rupiah juga memperlihatkan potensi pelemahan menuju area Rp15.640-Rp15.670/US$. Trendline channel sebelumnya break dan tertembus yang menjadi support terkuat rupiah kini menjadi level resistance terdekat pada Rp15.580/US$.
Apabila pelemahan kembali berlanjut dengan tekanan yang tinggi, ada trendline garis putih pada level Rp15.700 akan jadi support terakhir. Sementara resistance selanjutnya ada pada Rp15.550-Rp15.510/US$.
(rui)