Logo Bloomberg Technoz

Kebetulan saat ini inflasi di Amerika Serikat (AS) memang masih ‘bandel’. Pada Februari, inflasi tingkat produsen di Negeri Adikuasa berada di 0,6% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Lebih tinggi dibandingkan Januari yang sebesar 0,3% mtm.

Perkembangan ini meredakan ekspektasi bahwa bank sentral Federal Reserve bisa menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Sebab, inflasi ternyata masih ‘bandel’ dan perjuangan menuju target 2% masih akan panjang.

“Saya memperkirakan tekanan akan terus terjadi di pasar emas karena data ekonomi AS yang kuat. Ini membuat investor mempertanyakan seberapa cepat The Fed bisa memangkas suku bunga acuan,” tegas Chris Gaffney dari EverBank, seperti dikutip dari Bloomberg News.

Padahal suku bunga adalah faktor yang sangat penting dalam menggerakkan harga emas. Sebab, emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Berinvestasi di emas menjadi kurang menguntungkan saat suku bunga tinggi.

Analisis Teknikal

Bagaimana proyeksi harga emas pekan depan? Apakah koreksi masih akan berlanjut atau malah akan bangkit?

Secara teknikal dengan perspektif mingguan (weekly time frame), emas masih menghuni zona bullish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 66,43. RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bullish.

Sementara indikator Stochastic RSI berada di 79,27. Sudah dekat dengan 80, yang berarti sedikit lagi masuk area jenuh beli (overbought).

Oleh karena itu, sepertinya fase konsolidasi harga emas belum selesai. Target support terdekat adalah US$ 2.093/troy ons. Jika tertembus, maka US$ 2.062/troy ons bisa menjadi target selanjutnya.

Target paling pesimistis atau support terjauh ada di US$ 1.864/troy ons.

Sedangkan target resisten terdekat adalah US$ 2.161/troy ons. Penembusan di titik ini bisa membawa harga emas naik lagi menuju US$ 2.188/troy ons.

Target paling optimistis atau resisten terjauh adalah US$ 2.351/troy ons.

(aji)

No more pages