Lanskap itu menjadi kabar buruk bagi rupiah yang sejauh ini sudah terbebani arus keluar modal asing karena sentimen global yang memburuk dan kewaspadaan terhadap perubahan arah kebijakan fiskal jelang transisi pemerintahan baru.
Pada 14 Maret lalu, nilai outflow investor asing di pasar surat berharga negara (SBN) mencapai US$ 86,92 juta sehingga menyeret turun posisi kepemilikan asing ke level terendah sejak medio November, menjadi tinggal Rp818,7 triliun.
Terlebih bulan-bulan mendatang, secara musiman biasanya permintaan dolar AS akan naik pesat menyusul jadwal pembayaran dividen bagi para investor asing.
Perhitungan Citigroup, nilai dividen yang dibagikan oleh korporasi di pasar saham domestik pada para investor asing mencapai US$2,4 miliar atau sekitar Rp37,3 triliun, dalam tiga bulan ke depan.
Bila kinerja neraca dagang masih melanjutkan pemburukan seiring lonjakan impor di musim perayaan dan ekspor tetap loyo, daya dukung pada rupiah bisa melemah. Ditambah lagi saat ini sentimen di pasar global tengah berbalik bearish karena data inflasi AS memperlihatkan penurunan bunga The Fed mungkin masih belum akan terjadi dalam waktu dekat. Rupiah berpotensi tertekan sampai ke kisaran Rp15.800-an/US$.
"Dalam jangka pendek, rupiah cenderung melemah akibat kinerja impor yang lebih tinggi jelang Ramadan juga konversi nilai ekspor yang rendah akibat penguatan dolar AS," kata Strategist Bank of America Claudio Piron dalam catatannya pada klien, seperti dilansir Bloomberg News.
Sejauh ini, rupiah telah melemah 1,28% year-to-date meski selama Maret ini, mata uang Indonesia masih berhasil sedikit menguat 0,76% month-to-date.
Di pasar spot hari ini, rupiah terseret melemah akibat sentimen global ke level Rp15.638/US$, namun jelang penutupan pasar rupiah berhasil mengurangi pelemahan dan diparkir di posisi Rp15.595/US$.
(rui)
