Sunil Jagtiani - Bloomberg News
Bloomberg, Harga Bitcoin turun dari rekor tertingginya baru-baru ini di tengah perdebatan sengit tentang apakah kenaikan terbaru dalam mata uang kripto ini merupakan bukti dari gelembung spekulatif di pasar global.
Aset digital terbesar ini turun sekitar 3% menjadi US$68.631 pada pukul 10:53 pagi pada Jumat (15/03/2024) di Singapura, setelah mencapai puncak sepanjang masa hampir US$73.798 sehari sebelumnya. Baik Bitcoin maupun 100 token teratas, yang mencakup Ether, BNB, dan Solana, naik sekitar 60% sepanjang tahun ini.
Taruhan pada kebijakan moneter bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) yang lebih longgar telah membantu mendorong reli kuat di saham global, obligasi, dan kripto dalam beberapa bulan terakhir. Namun, investor sedang menilai kembali taruhan tersebut setelah bukti terbaru menunjukkan tekanan inflasi yang terus-menerus di AS.
Dalam wawancara dengan Bloomberg Television, Kepala Strategi Investasi Bank of America Corp, Michael Hartnett, mengatakan bahwa pasar menunjukkan karakteristik gelembung dalam lonjakan rekor yang dibuat oleh saham 'Magnificent Seven' atau perusahaan-perusahaan dengan valuasi terbesar di sektor teknologi, dan rekor tertinggi sepanjang masa dalam kripto.

Komentar tersebut menjadi bahan perdebatan di Wall Street tentang apakah banyak pasar rentan terhadap penurunan. Untuk Bitcoin, para pendukungnya menunjuk pada sekitar US$11,6 miliar aliran masuk bersih ke dalam exchange-traded fund (ETF) khusus AS dan pengurangan pasokan token yang akan datang sebagai dukungan fundamental.
Laporan pada Kamis (14/03/2024) yang menunjukkan kenaikan indeks harga produsen (IHK) AS memicu kekhawatiran bahwa kampanye The Fed untuk mengendalikan inflasi masih jauh dari selesai.
"Bitcoin tertekan oleh kenaikan imbal hasil AS dan dolar AS yang mengikuti data inflasi harga produsen yang panas," tulis Tony Sycamore, analis pasar di IG Australia Pty, dalam sebuah catatan.
(bbn)