Skenario Pertama : Menggunakan Fasilitas Inpex untuk Proses Gas
Moshe tidak mengetahui dengan pasti jumlah kapasitas untuk memproses gas yang dimiliki fasilitas Inpex di Darwin, Australia. Namun, dirinya mengatakan alangkah lebih baik bahwa gas yang disalur juga diproduksi di Indonesia.
Walaupun menggunakan fasilitas Inpex di Darwin, Moshe melanjutkan, bukan tidak mungkin Indonesia tetap harus membangun fasilitas untuk mendukung proses pemindahan gas dari Indonesia ke Australia.
“Jadi buat apa? Saya lihat tidak begitu signifikan. Kalau untuk trust dan transisi, yang penting produksi dahulu, selama [membangun Blok Masela] gas coba ship ke Darwin dahulu itu boleh, tetapi untuk selamanya itu tidak efektif. Lebih bagus dibangun di Indonesia dibandingkan dengan luar negeri,” ujar Moshe saat dihubungi Bloomberg Technoz, Jumat (15/3/2024).
Dalam hal ini, dia berpendapat Indonesia harus membangun fasilitas seperti pipa ribuan kilometer untuk pengiriman gas dari Indonesia ke Australia.
Selain itu, Indonesia juga bisa menggunakan metode Liquified Natural Gas (LNG) untuk mengirimkan gas ke Australia, tetapi tentu membutuhkan berbagai proses yang kompleks.
Skenario Kedua : Mengirimkan Fasilitas dari Australia ke Indonesia
Dalam skenario kedua, Moshe juga menyampaikan berbagai pertimbangan. Pertama, Indonesia tentu harus mengeluarkan biaya untuk pemasangan fasilitas tersebut.
“Bukan berarti kita tidak ada pembangunan sama sekali di Indonesia. Ini bukan seperti lego yang hanya ditempel lalu beres. Masih ada fasilitas yang harus dibangun di sini,” ujarnya.
Kedua, fasilitas milik Inpex di Darwin tentu sudah berusia tua, sehingga belum tentu efektif dalam mendukung produksi di Indonesia.
“Sekelas Inpex juga mungkin tidak begitu suka pakai barang lama. Kalau memang seperti itu yang dimaksud ya,” pungkasnya.
Sekadar catatan, wilayah kerja Masela berlokasi di Laut Arafura atau 650 km dari Kepulauan Maluku dan 170 km dari Kepulauan Babar dan Tanimbar. Lokasinya memang tidak jauh, hanya sekitar 400 km, dari bagian utara Kota Darwin; di mana Inpex —yang memegang 65% hak partisipasi di Masela — juga beroperasi.
Adapun, Inpex memang memiliki berbagai fasilitas penunjang produksi dalam proyek Ichthys LNG, seperti fasilitas pemrosesan onshore LNG Ichthys, fasilitas pemrosesan pusat, fasilitas produksi, penyimpanan dan pembongkaran terapung, serta pipa ekspor gas.
Dalam kaitan itu, Maman Abdurrahman mengeklaim setidaknya terdapat dua manfaat yang dihasilkan bila Indonesia menggunakan fasilitas Inpex di Darwin. Pertama, bisa lebih cepat dari sisi waktu, di mana diprediksi hanya membutuhkan waktu 2—3 tahun untuk menggunakan fasilitas di Darwin dan melakukan modifikasi.
Tahun pertama, kata Maman, bisa dimanfaatkan untuk menjajaki hubungan antara Indonesia, Australia dan Jepang. Sementara itu, sisa dua tahun berikutnya dapat digunakan untuk modifikasi fasilitas sesuai dengan yang dibutuhkan.
Kedua, penggunaan fasilitas Inpex di Darwin juga bisa menghemat biaya. Perlu diketahui nilai investasi dari Lapangan Abadi Blok Masela mencapai US$20,9 miliar atau setara Rp325,63 triliun (asumsi kurs Rp15.580,40). Penggunaan fasilitas Inpex di Darwin, kata Maman, tentu bisa mengurangi belanja modal atau capital expenditure (capex) dari proyek tersebut.
“US$20 miliar itu duit semua, [setara] Rp300 triliun ya plus minus? Saya melihatnya ada penghematan cost yang bisa kita hemat dan ini bisa jadi alat negosiasi Indonesia dengan Inpex, karena saya yakin dengan turunnya penggunaan cost recovery, yang tadinya Rp300 triliun, itu bisa jadi alat negosiasi kita dengan Inpex untuk beberapa hal nantinya, pasti itu jauh sekali itu capexnya,” ujarnya.
Maman menyadari bahwa usulannya itu tentu mengundang perdebatan, khususnya dari sisi kedaulatan. Namun, dia meyakini, isu kedaulatan bisa sedikit dikompensasi untuk mendorong percepatan peningkatan pendapatan negara dari sektor migas.
SKK Migas mengestimasikan Lapangan Abadi Blok Masela memiliki puncak produksi sebesar 9,5 juta ton LNG per tahun (MTPA) dan gas pipa 150 MMSCFD, serta 35.000 barel kondensat per hari (BCPD).
Saat ini, pemegang hak partisipasi atau participating interest (PI) Blok Masela adalah Inpex Masela Limited dengan porsi 65%, sedangkan sisanya –sebanyak 35%– akan dibagi antara Pertamina dengan target sebesar 20% dan Petronas 15%.
(dov/wdh)