“Meskipun saat ini sedang menguat, kami memperkirakan harga nikel akan tetap berada di bawah tekanan pada 2024 seiring dengan meningkatnya produksi produsen utama di China Daratan dan Indonesia,” sambung mereka.
Pada saat yang sama, prospek perekonomian global yang lemah di negara-negara besar akan menjaga permintaan tetap lemah, yang akan berkontribusi pada peningkatan surplus global. Hal itu menjadi faktor lain yang membuat nikel secara kumulatif masih akan bearish.
Per hari ini, harga nikel di London Metal Exchange (LME) mencapai US$18.364/ton atau turun 1,11% dari hari sebelumnya.
Harga nikel saat ini memang berada di level tertinggi dalam lebih dari 4 bulan terakhir. Sedikit turunnya pasokan dari Indonesia dan ekspektasi terhadap peningkatan permintaan di China menjadi penyebabnya.
Proses perizinan berbagai operasi tambang di Indonesia berjalan lambat, sehingga dinilai akan memengaruhi produksi nikel. Pada saat yang sama, China diperkirakan kembali masuk dan memborong nikel setelah tahun lalu menghabiskan stok dalam negeri.
“Investor sedang memilih nikel saat ini,” tegas Zhou Weigang, analis Jinrui Futures Co, dikutip Bloomberg.
Bisa Berbalik Defisit
Macquarie Group Ltd sebelumnya juga memperingatkan pasar nikel global dapat secara mengejutkan berbalik mengalami defisit tahun ini, jika pertumbuhan produksi Indonesia terhambat oleh lambatnya persetujuan izin pertambangan.
Macquarie pada dasarnya masih berpegang pada estimasi bahwa pasar nikel dunia akan mengalami surplus hampir 40.000 ton tahun ini. Namun, proyeksi itu bisa saja berbalik arah jika Pemerintah Indonesia lambat dalam memberi persetujuan RKAB pertambangan.
Analis Macquarie, Jim Lennon, memproyeksikan pertumbuhan produksi nikel di Indonesia berisiko turun di bawah 13% pada tahun ini akibat keterlambatan izin RKAB.
“Ini adalah perubahan besar dari perkiraan kami baru-baru ini,” tulis mereka, dikutip Bloomberg.
Tanpa persetujuan RKAB tersebut, produsen nikel tidak dapat beroperasi, sehingga proses produksi pun bisa terhambat. Pemerintah berjanji bahwa izin-izin tersebut akan dituntaskan pada bulan ini.
Di luar Indonesia, stok nikel yang tertumpuk di China tahun lalu mungkin juga lebih kecil dari perkiraan sebelumnya mengingat peningkatan konsumsi yang lebih besar dari perkiraan, kata para analis, mengutip penelitian lapangan.
Walhasil, pasar tampaknya lebih mendekati keseimbangan dibandingkan dengan penilaian sebelumnya, kata Macquarie.
Sekadar catatan, bijih nikel di Indonesia diperdagangkan dengan harga lebih dari US$7 per ton dibandingkan dengan harga jual minimum yang ditetapkan pemerintah, kata Macquarie. Hal ini akan menambah sekitar US$700 per ton biaya produksi di negara ini.
Kondisi tersebut juga memberikan keringanan yang signifikan bagi para penambang dan pabrik peleburan di Indonesia, di mana banyak dari mereka yang mempertimbangkan penutupan pabrik karena produksi besar-besaran berbiaya rendah di Indonesia membuat mereka tidak kompetitif.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widayanto menjelaskan neraca pasar nikel masih akan mengalami surplus hingga 250 kiloton. Walhasil, ke depannya, harga pasti akan terus tertekan.
Bagaimanapun, Djoko tetap menggarisbawahi pemerintah perlu menjaga keseimbangan neraca cadangan dan RKAB, khususnya dalam pertambangan nikel.
Saat ini, lanjut Djoko, RKAB 3 tahun masih banyak yang belum disetujui oleh Kementerian ESDM. Hal ini, di sisi lain, juga memberi risiko terhentinya operasi penambangan di dalam negeri.
“Permasalahannya, jika perusahaan tetap beroperasi tanpa kelengkapan RKAB, [operasional mereka] akan dihentikan oleh aparat penegak hukum yang akan berdampak pada pendapatan negara dan kesempatan kerja,” katanya kepada Bloomberg Technoz.
“Jadi permasalahan [harga nikel saat ini] bukan karena jorjoran [produksi dari Indonesia], tetapi lebih pada pengendalian suplai dan permintaan yang tidak diperhatikan. Pada dasarnya, pemerintah harus mengawasi neraca produksi nikel lewat RKAB.”
-- Dengan asistensi Dovana Hasiana
(wdh)