Bloomberg Technoz, Jakarta - Komoditas tembaga sedang mendapatkan angin segar pekan ini, setelah pabrik-pabrik peleburan atau smelter di China memutuskan untuk mengendalikan kapasitas produksi di dalam negerinya.
Keputusan tersebut terpaksa diambil sebagai respons terhadap situasi pengetatan pasok konsentrat tembaga di pasar global, yang memicu anjloknya biaya atau fee yang harus dibayarkan kepada pabrik-pabrik pengolahan.
Asosiasi Industri Logam Nonferrous China mengatakan setidaknya 19 perusahan smelter di Negeri Panda sudah sepakat untuk mengatur ulang pekerjaan pemeliharaan (maintenance), mengurangi pengoperasian, serta menunda dimulainya proyek-proyek baru.
Bisnis smelter di China –yang merupakan produsen sekaligus konsumen tembaga olahan terbesar di dunia – berada pada titik kritis setelah fee pengolahan dan pemurnian konsentrat tembaga menjadi logam anjlok ke level satu digit.
Kondisi ini mendorong perusahaan-perusahaan smelter setempat untuk rapat pada Rabu (13/3/2024) dan membahas cara mengelola produksi, mengingat operasional pabrik mereka bergantung pada pasokan konsentrat tembaga dari luar negeri atau impor.

“Pasar makin ketat, dengan pemeliharaan pabrik peleburan di China yang mencapai puncaknya pada April dan Mei,setelah beberapa pabrik melakukan pekerjaan perbaikan,” kata Fan Rui, analis di Guoyuan Futures Co, dikutip Bloomberg.
Penurunan fee pemrosesan spot sebenarnya dipicu oleh anjloknya pasokan tembaga di pertambangan global, termasuk akibat penghentian operasi besar-besaran di tambang Cobre Panama.
Pada saat yang sama, perluasan kapasitas smelter yang tiada henti di China telah menyebabkan berkurangnya pekerjaan yang harus dilakukan oleh masing-masing pabrik peleburan.
Harga Pecah Rekor
Walhasil, harga tembaga pun melonjak ke level tertinggi dalam 11 bulan setelah smelter-smelter di China berjanji untuk mengeksplorasi langkah-langkah untuk mengatasi penurunan fee pemrosesan, termasuk kemungkinan pengurangan produksi yang dapat membuat pembeli kekurangan pasokan.

Harga tembaga melonjak sebanyak 3,5% pada Kamis (14/3/2024) dan memicu salah satu hari tersibuk untuk perdagangan elektronik selama bertahun-tahun di London Metal Exchange (LME).
Tembaga yang diperdagangkan di Comex mengalami lonjakan tertinggi dalam 16 bulan, ditutup naik 3,3% menjadi US$4,06 per pon.
Adapun, di LME, tembaga naik 3,1% menjadi US$8.927 per ton, setelah sebelumnya mencapai level tertinggi intraday US$8.950 per ton.
Saham para penambang tembaga juga naik, dengan First Quantum Minerals Ltd naik 12%, Freeport-McMoran Inc naik lebih dari 7%, dan Antofagasta Plc dan Glencore Plc menguat ekitar 5%.
“Waktu bagi pasar bullish tembaga berikutnya telah ditunda karena prospek permintaan yang lebih baik daripada yang kami bayangkan sebelumnya,” kata analis Jefferies termasuk Christopher Lafemina dalam sebuah catatan, dikutip Bloomberg.
“Jelas masih ada risiko, dan kami belum menaikkan perkiraan harga tembaga jangka pendek, tetapi perkiraan kami saat ini makin konservatif.”

Para Traders Bertaruh
Pada perkembangan lain, para traders di bursa berjangka pun ramai-ramai mulai memborong tembaga yang sedang bullish, dan bertaruh bahwa kenaikan logam industri ini akan berlanjut karena kemungkinan terbatasnya pasokan dan pelonggaran moneter Federal Reserve (The Fed).
Total volume opsi melonjak menjadi lebih dari 52.000 kontrak, menurut data bursa. Volatilitas tersirat dan call skew melonjak, menandakan pertaruhan tambahan pada harga yang lebih tinggi.
“Pergerakan besar-besaran dalam [pasar] tembaga lebih merupakan pertaruhan pada tindakan suku bunga The Fed dan melemahnya dolar. Kami melihat pembelian agresif di Comex, baik secara langsung maupun opsi,” kata Xiaoyu Zhu, pedagang di StoneX Financial Inc, dikutip Bloomberg.
Berita mengenai pengurangan produksi smelter China berfungsi sebagai katalis dalam reli logam pada Rabu dan tidak mengejutkan setelah penurunan margin, kata Zhu.
(red/wdh)