Sedangkan saham-saham yang melemah dan menjadi top losers antara lain PT Sumber Sinergi Makmur Tbk (IOTF) yang jatuh 16,8%, PT Habco Trans Maritima Tbk (HATM) ambruk 11,5%, dan PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) anjlok 10,8%.
Di sisi yang searah dengan IHSG, Indeks saham utama Asia lainnya menguat. KOSPI (Korea Selatan), Straits Times (Singapura), SETI (Thailand), TOPIX (Jepang), KLCI (Malaysia), Nikkei 225 (Tokyo), PSEI (Filipina), yang berhasil menguat dan menghijau dengan masing-masing 0,94%, 0,81%, 0,66%, 0,49%, 0,37%, 0,29%, dan 0,04%.
Sementara itu, Hang Seng (Hong Kong), Shenzhen Comp. (China), Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), CSI 300 (China), dan Shanghai Composite (China), terpangkas masing-masing, 0,71%, 0,59%, 0,49%, 0,28%, dan 0,18%.
Bursa Asia mengikuti apa yang terjadi di Wall Street. Dini hari tadi waktu Indonesia, Bursa Saham New York juga bergerak bervariasi.
Indeks Nasdaq Composite melemah 0,54%, S&P 500 turun 0,19%. Sementara, Dow Jones Industrial Average (DJIA) menghijau dengan kenaikan 0,1%.
Sentimen yang mewarnai laju indeks hari ini adalah datang dari data Inflasi Produsen Amerika Serikat nanti malam.
Investor tengah mengantisipasi rilis data Indeks Harga Produsen (Producer Price Index/PPI) pada Kamis malam nanti, yang diperkirakan akan stabil di level 0,3% secara MoM pada Februari.
Adapun data Inflasi Harga Produsen akan menjadi data pelengkap pasca rilis data Inflasi Indeks Harga Konsumen pada Februari yang berada di atas perkiraan pasar sebelumnya yaitu di level 3,2%.
Sementara itu, data Core Inflasi yang melandai menjadi 3,8% di Februari dari yang sebelumnya 3,9% di Januari meningkatkan ekspektasi pasar terhadap probabilitas pemangkasan suku bunga acuan Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menjadi 69,1% berdasarkan data CME FedWatch Tools.
Pada hari yang sama juga terdapat rilis data Penjualan Ritel bulan Februari yang diperkirakan akan kembali ke level positif 0,8% secara MoM dari yang sebelumnya minus 0,8% pada Januari, ini adalah penurunan terbesar dalam pencatatan Penjualan Ritel sejak Maret tahun lalu, terutama disebabkan bergesernya musim belanja liburan dan cuaca dingin.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, data AS yang dirilis pekan ini akan memberikan tanda-tanda lebih lanjut mengenai kesehatan ekonomi AS, serta dampak kebijakan moneter.
Indeks Harga Produsen, Penjualan Ritel, juga data Klaim Pengangguran dan Sentimen Konsumen termasuk di antara laporan yang akan dirilis pekan ini, jelang keputusan suku bunga Federal Reserve minggu depan.
“Perhatian investor sekarang tertuju pada pertemuan kebijakan Federal Reserve minggu depan di mana Federal Reserve juga akan merilis proyeksi pergerakan suku bunga hingga akhir tahun ini,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Sentimen dari dalam negeri, Penjualan Eceran atau Ritel berhasil tumbuh positif pada Januari. Sebulan kemudian, Penjualan Ritel diperkirakan tumbuh makin tinggi.
Pada Januari, Penjualan Ritel yang dicerminkan dengan Indeks Penjualan Riil (IPR) berada di level 210,5. Naik 1,1% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu (year-on-year/yoy).
"Kinerja Penjualan Eceran tersebut ditopang oleh meningkatnya pertumbuhan penjualan pada Kelompok Perlengkapan Rumah Tangga Lainnya serta Kelompok Suku Cadang dan Aksesori, sementara Kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi mengalami perbaikan meski masih terkontraksi," sebut laporan Bank Indonesia, Kamis (14/3/2024).
Untuk Februari, BI memperkirakan IPR berada di 208,5. Tumbuh 3,6% yoy.
"Peningkatan tersebut didorong oleh meningkatnya pertumbuhan Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau, serta membaiknya Kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi dan Kelompok Barang Budaya dan Rekreasi," lanjut laporan BI.
(fad)