“Ini yang harus dijaga pemerintah bagaimana caranya make sure bahwa membantu dari segi konsumennya ini, jadi kalau dari pelaku sih ya udah ini sesuatu yang harus kita jalani, tapi ya itu pasti berdampak,” tuturnya.
Selain itu, Shinta menjelaskan kenaikan PPN hanya menyasar sisi konsumennya saja. Kebijakan tersebut masih belum maksimal menggiring sektor informal untuk masuk ke sektor formal dan pada akhirnya membayar pajak.
“Jadi kenaikan PPN ini cuma pengalihan ke konsumen tapi maksudnya gimana caranya supaya yang informal ini juga bisa masuk ke formal untuk bisa membayar pajaknya, sebetulnya secara menyeluruh itu yang harus kita perhatikan,” tutup Shinta.
Seperti diketahui, keputusan kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada tahun 2025 ditegaskan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Ia menyampaikan, kenaikan tarif PPN dipastikan dilakukan pada tahun depan.
Airlangga mengatakan, kenaikan tarif PPN akan berlanjut sebab masyarakat telah memilih pemerintahan baru dengan program berkelanjutan dari presiden sebelumnya, yakni Joko Widodo (Jokowi).
“Masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan, pilihannya adalah keberlanjutan. Tentu keberlanjutan program yang dicanangkan pemerintah dilanjutkan termasuk kebijakan PPN,” ujar Airlangga di kantornya, Jumat (8/3/2024).
Kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 2025 sebenarnya telah diatur pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Pasal 7 beleid tersebut menyebutkan bahwa tarif PPN yaitu sebesar 11% yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022 dan 12% yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.
(azr/lav)