Logo Bloomberg Technoz

Dia mengatakan IUPK Freeport akan segera diberikan setelah Peraturan Pemerintah (PP) No 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara selesai direvisi dalam waktu dekat.

“Lagi menunggu [revisi] PP No. 96/2021. Ada beberapa poin [yang direvisi], nanti gue jelasin pada waktunya,” kata Bahlil.

Kemarin, Presiden Joko Widodo telah memanggil menteri-menteri terkait untuk membahas finalisasi PP tersebut. 

Dok. Freeport Indonesia


Sekadar catatan, revisi PP No. 96/2021 menjadi sorotan setelah pemerintah berkeinginan memperpanjang IUPK Freeport jauh sebelum masa berlakunya habis.

IUPK eksisting Freeport diberikan Pemerintah Indonesia pada 2018 untuk periode 2 x 10 tahun hingga 2041, menyusul habisnya masa berlaku kontrak karya (KK) PTFI pada 2021.

Sejalan dengan perpanjangan IUPK yang diberikan ke PTFI pada Desember 2018 itu, pemerintah pun mengakuisisi 51,2% saham PTFI dan menjadi pemegang saham mayoritas pemilik tambang legendaris Grasberg, Papua tersebut.

Namun, belum 5 tahun IUPK tersebut diberikan, pemerintah seolah tidak sabar untuk kembali memfinalisasi negosiasi perpanjangan IUPK Freeport selepas 2041, berikut peluang menambah porsi saham sebesar 10% di anak usaha Freeport-McMoRan Inc itu.

Walhasil, pengumuman soal lobi tahap final itu seolah mengisyaratkan bahwa perpanjangan IUPK Freeport sedang akan di-’ijon’ atau dieksekusi terlalu prematur.

Untuk memuluskan niatan tersebut, pemerintah melalui Kementerian ESDM sampai harus merevisi aturan izin tambang yang termaktub dalam PP No. 96/2021 tersebut.

Beleid itu sedianya mengatur perpanjangan IUPK hanya bisa dilakukan paling cepat 5 tahun atau paling lambat 1 tahun sebelum masa berlaku izin usaha berakhir. Dengan demikian, IUPK Freeport semestinya baru bisa diperpanjang paling cepat 30 Desember 2036.

Menteri ESDM Arifin Tasrif bersama Presdir PT Freeport Indonesia Toni Wenas di Smelter Manyar, Gresik. (Dok. Kementerian ESDM)

Memasuki Februari 2024, Menteri ESDM Arifin Tasrif pun mengonfirmasi revisi PP 96 itu sudah memasuki tahap harmonisasi final, yang artinya tidak lama lagi aturan baru soal kegiatan usaha tambang mineral dan batu bara (minerba) mungkin akan diberlakukan.

Bahlil Lahadalia, dalam sebuah kesempatan awal Desember, pun berkata pengelolaan tambang mineral bawah tanah (underground) Grasberg akan mencapai masa puncak produksinya pada 2035.

Dengan demikian, dia berpendapat, pemerintah – sebagai pemegang saham mayoritas 51% di PTFI – ingin mengamankan aset mineral yang berbasis di Papua itu.

“Sekarang kalau eksplorasi tambang yang bukan underground itu 3 tahun sudah beroperasi, baru bisa tahu itu hasilnya paling cepat ada yang 15 tahun. Sekarang kita berpikir strategis saja, produksi Freeport itu 2035 capai puncaknya. Begitu selesai 2035 akan menurun. Kalau tidak ada kepastian perpanjangan [IUPK], maka tidak ada eksplorasi lagi,” jelasnya.

Atas dasar itu, dia berkeras bahwa, jika IUPK Freeport tidak diperpanjang sekarang, aset tambang bawah tanah perusahaan akan menjadi ‘barang mati’ pada 2041 atau saat habisnya masa berlaku IUPK eksisting.

“Karena itu dilakukan perpanjangan [sekarang]. Namun, [Freeport] ini kan sudah menjadi milik Pemerintah Indonesia. Kita minta penambahan saham 10% sudah disetujui. Kalau tidak, tidak akan kita perpanjang [izinnya].”

Dia pun menegaskan Freeport bukan lagi dihitung sebagai perusahaan asing karena mayoritas sahamnya sudah dimiliki republik ini. Valuasi perusahaan itu pun diklaimnya sudah mencapai lebih dari US$20 miliar (Rp310,44 triliun).

“Pada 2040, utang pengambilan saham 51% yang dilakukan pemerintah lewat MIND ID itu akan mencapai break even point [titik impas]. Jadi ini barang [tambang/aset Freeport] sudah punya pemerintah kita, sudah tidak ada utang. Kalau tidak melakukan eksplorasi dan diperpanjang izinnya, kita yang bodoh atau pintar?” singgung Bahlil.

(wdh)

No more pages