Indeks Penjualan Riil pada Januari naik 1,1% year-on-year setelah pada Desember hanya tumbuh 0,2% year-on-year. Sementara pada Februari, kinerja penjualan ritel diperkirakan naik secara tahunan sebesar 3,6% year-on-year.
Sementara pada Maret dan April, penjualan eceran diperkirakan akan mengalami perbaikan didukung oleh faktor musiman peningkatan belanja masyarakat menyambut Ramadan. Indeks Ekspektasi Penjualan pada April diprediksi naik menjadi 165,9 dari tadinya 137,2.
Penghasilan masyarakat turun
Kedatangan Ramadan dan Idulfitri secara historis memang mendorong kenaikan permintaan masyarakat. Tradisi mudik akan mengerek konsumsi bahan bakar kendaraan bermotor dan pengeluaran untuk transportasi. Pembelian makanan dan minuman serta pakaian biasanya juga naik, ditambah lonjakan konsumsi pulsa telepon atau data, dan bahkan pembelian alat komunikasi baru.
Berkaca pada Lebaran tahun lalu, yang jatuh pada April 2023, penjualan eceran melesat 12,8% secara bulanan dan 1,5% secara tahunan. Angka itu naik secara bulanan karena pada Maret 2023 tercatat tumbuh 7% month-to-month. Akan tetapi, secara tahunan, penjualan ritel saat Lebaran tahun lalu pertumbuhannya melambat dibanding bulan sebelumnya yang mencapai 4,9%.
Meski ada potensi tumbuh positif, pertumbuhan penjualan ritel pada Lebaran tahun ini juga berpeluang lebih lesu karena kondisi keuangan masyarakat sudah banyak tertekan lonjakan harga pangan, terutama beras dan komoditas lain.
Hal itu tecermin dari hasil survei konsumen terbaru yang dirilis BI kemarin, di mana angka indeks penghasilan masyarakat Indonesia saat ini terperosok ke level terendah sejak April 2022.
Kondisi ekonomi saat ini dinilai lebih buruk dibandingkan enam bulan lalu terutama karena penurunan penghasilan, sempitnya lapangan kerja dan penurunan animo pembelian barang sekunder.
Penghasilan yang susut akhirnya mengikis konsumsi. Rata-rata proporsi pendapatan masyarakat yang digunakan untuk konsumsi (average propensity to consume ratio) pada Februari turun menjadi 73% atau turun 1,6 poin persentase dibanding bulan sebelumnya.
Penurunan konsumsi terjadi di semua kelompok pengeluaran kecuali kelas atas dengan pengeluaran di atas Rp5 juta. Yang paling tertekan konsumsinya adalah kelompok pengeluaran terbawah Rp1 juta-Rp2 juta turun 3,9 poin persentase.
Pada saat yang sama, rumah tangga di Indonesia mencatat kenaikan alokasi pendapatan untuk cicilan utang atau pinjaman pada Februari. Kenaikannya mencapai 1 poin persentase terutama terjadi di kelompok dengan pengeluaran terbawah, naik 2,3 poin persentase dan teratas 1,1 poin persentase. Sementara kelompok Rp2,1 juta-Rp3 juta, menjadi satu-satunya yang turun alokasi pendapatan untuk utang dan pada saat yang sama pengeluaran konsumsinya juga turun.
Kondisi ekonomi yang dirasakan lebih buruk itu akhirnya menyeret penurunan tingkat keyakinan konsumen masyarakat. Indeks Keyakinan Konsumen pada Februari turun ke level 123,1, masih di level optimistis tapi lebih rendah dibanding Januari di posisi 125.
(rui)