Dengan demikian, pengembalian biaya operasi kepada negara bisa didapatkan yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat penerimaan negara.
Namun, Dwi memastikan bahwa perubahan skema tersebut tidak melebihi anggaran yang diberikan sebesar US$8,3 miliar.
Produksi Migas
Adapun, penurunan proyeksi penerimaan negara juga sejalan dengan penurunan target produksi siap jual atau lifting minyak pada 2024.
Target lifting minyak sesuai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah 635 million barrel oil per day (MBOPD) target tersebut mengalami penurunan dari realisasi lifting minyak sebesar 605,5 MBOPD pada 2022.
Sementara itu, target salur gas adalah 5,785 million standard cubic feet per day (MMSCFD) pada 2024 atau mengalami peningkatan dibandingkan realisasi salur gas 5.376 MMSCFD pada 2023.
Di sisi lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan setoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor migas pada 2023 tercatat sebesar Rp117 triliun, atau naik 117% dari target yang sebesar Rp103,6 triliun.
Meski demikian, capaian tersebut terbilang turun signifikan dari capaian pada tahun sebelumnya yang sebesar Rp148,70 triliun, atau 106,9% dari target yang sebesar Rp139,1 triliun.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, penuruan PNBP tersebut disebabkan anjloknya harga Indonesia Crude Price (ICP) sepanjang 2023.
"PNBP itu karena ini mengikuti ICP jadi kita bentuknya seperti ini, perlu kita perhatikan juga memang pada 2023 itu menurun dari 2022 mengikuti ICP," ujar Tutuka pertengahan Januari.
Tutuka mengatakan, sepanjang 2023, rerata harga ICP berada di US$78,43/barel. Angka itu lebih rendah dari rerata harga ICP pada 2022 lalu yang berada di US$97,03/barel.
(dov/wdh)