Dia mengklaim, RUU DKJ disusun memang berdasarkan sejumlah persoalan yang terjadi diwilayah Jakarta, Tangerang, Depok, Bekasi, Bogor dan Cianjur. Hal ini merujuk pada dinamika lalu lintas, polusi, bencana banjir, migrasi penduduk, hingga kesiapan kesehatan.
Pemerintah dan para pakar sepakat, penyelesaian masalah di wilayah Jakarta dan sekitarnya hanya bisa diwujudkan melalui proses harmonisasi, penataan ulang, dan evaluasi. Hal ini tak bisa dilakukan pejabat setara menteri atau pun menteri koordinasi.
"Karena ini lintas Menko [menteri koordinasi]. Jadi cuma dua orang yang bisa menangani masalah yang lintas menko yaitu presiden atau wakil presiden," kata Tito.
Pilihan pun jatuh pada sosok wapres karena posisi presiden dianggap punya tanggung jawab yang lebih luas dan kompleks.
Selain itu, mereka pun akhirnya memilih skema aglomerasi dibandingkan konsep metropolitan atau megapolitan Jabodetabekjur. Dua konsep terakhir dinilai akan menggabungkan seluruh wilayah ke dalam Jakarta.
Hal ini membuat DPR dan pemerintah harus merevisi seluruh UU daerah yang terdampak. "Maka dipilih aglomerasi dengan menekankan perbedaan pemerintahan tiap wilayah," ujar dia.
(mfd/frg)