Sementara Indeks Ekspektasi Konsumen (IKE) yang mengukur keyakinan terhadap kondisi enam bulan mendatang dibanding saat ini, masih mencatat kenaikan tipis 0,8 poin terutama didukung oleh kenaikan Indeks Ekspektasi Penghasilan.
Lebih jauh melihat komponen IKE yang menjadi penyebab penurunan indeks keyakinan konsumen, tak lain karena tiga komponen penyusun kesemuanya turun bulan lalu. Penurunan terdalam terjadi pada Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja, turun hingga 8,3 poin ke level terendah sejak Desember 2022.
Sedang Indeks Penghasilan Saat Ini turun 4,4 poin ke level terendah dua tahun disusul penurunan Indeks Pembelian Barang Tahan Lama yang juga turun 1,5 poin ke posisi terendah sejak November tahun lalu.
Kelas Menengah 'Menjerit'
Bila melihat kelompok pengeluaran, hasil survei mencatat, kelompok dengan pengeluaran menengah mencatat penurunan keyakinan terdalam. Kelompok berpengeluaran antara Rp4,1 juta hingga Rp5 juta mencatat penurunan IKK terdalam hingga 6,1 poin.
Kelompok pendapatan menengah ini menjadi yang paling terpuruk kondisi keuangannya saat ini, terindikasi dari Indeks Kondisi Ekonomi yang turun sampai 9,5 poin, terendah dalam setahun terakhir.
Kondisi keuangan kelompok menengah sekarang jauh lebih buruk dibandingkan enam bulan lalu dengan indeks penghasilan turun terdalam sampai 11,1 poin. Sementara kelompok pengeluaran lain penurunannya terlihat lebih kecil. Sedang kelompok berpengeluaran Rp1 juta-Rp2 juta keluar sebagai satu-satunya yang mencatat kenaikan indeks.
Kelompok menengah dengan pengeluaran Rp4,1 juta-Rp5 juta juga yang mengalami kesulitan terbesar perihal ketersediaan lapangan kerja. Indeksnya turun sampai 13,8 poin. Semua kelompok pengeluaran mencatat penurunan serupa terutama kelas pengeluaran Rp3,1 juta hingga Rp5 juta ke atas.
Yang juga perlu digarisbawahi, akibat keterpurukan kondisi keuangan saat ini dan sulitnya lapangan kerja, minat pembelian barang sekunder terutama di kelas menengah juga susut. Penurunan indeks pembelian durable goods terjadi di semua level ekonomi terutama kelas pengeluaran Rp4,1 juta-Rp5 juta.
Bahkan kelompok ini juga mencatat penurunan terdalam untuk keyakinan terhadap kondisi usaha enam bulan ke depan. Indeks Ekspektasi Kegiatan Usaha kelas ekonomi ini turun hingga 9,9 poin.
Konsumsi Turun
Survei yang sama juga melaporkan, kondisi keuangan masyarakat yang menunjukkan penurunan konsumsi. Rata-rata proporsi pendapatan konsumen untuk konsumsi (average propensity to consume ratio) pada Februari turun menjadi 73% atau turun 1,6 poin persentase dibanding bulan sebelumnya.
Penurunan alokasi untuk konsumsi terutama dicatat oleh kelompok pengeluaran terbawah yaitu Rp1 juta-Rp2 juta yang turun 3,9 poin persentase. Penurunan konsumsi terjadi di semua kelompok kecuali kelas pengeluaran di atas Rp5 juta yang masih naik tipis 0,2 poin persentase. Namun, kelompok ini mencatat penurunan tabungan 1,4% dan pada saat yang sama pengeluaran untuk utang naik 1,1 poin persentase.
Secara umum, rumah tangga di Indonesia mencatat kenaikan alokasi pendapatan untuk cicilan utang atau pinjaman pada Februari. Kenaikannya mencapai 1 poin persentase terutama terjadi di kelompok dengan pengeluaran terbawah, naik 2,3 poin persentase dan teratas 1,1 poin persentase. Sementara kelompok Rp2,1 juta-Rp3 juta, menjadi satu-satunya yang turun alokasi pendapatan untuk utang dan pada saat yang sama pengeluaran konsumsinya juga turun.
Adapun alokasi pendapatan untuk ditabung secara umum hanya naik 0,5 poin persentase terutama terjadi di kelompok dengan pengeluaran terbawah. Sedang kelompok pengeluaran teratas di atas Rp5 juta menjadi satu-satunya yang mencatat penurunan alokasi tabungan sebesar 1,4 poin persentase.
PPN dan BBM
Hasil survei konsumen terbaru itu menguatkan terjadinya tekanan perekonomian yang berlangsung di tengah masyarakat saat ini, terutama terlihat di kelas menengah yang sepertinya semakin kewalahan mengimbangi lonjakan harga berbagai barang kebutuhan di tengah stagnasi pendapatan.
Mengacu pada Mandiri Spending Index per 25 Februari, kelompok pendapatan bawah, dengan rata-rata tabungan di bawah Rp1 juta, sudah banyak memakai tabungannya untuk menopang belanja mereka. Hal itu terlihat dari kenaikan indeks belanja kelompok ini yang diikuti oleh penurunan indeks tabungan. Data itu boleh jadi memperlihatkan dampak pemberian bantuan sosial ke kelas bawah tidak bertahan lama.
Sedang konsumen kelas menengah (rata-rata tabungan Rp1 juta-Rp10 juta dan kelas atas (rata-rata tabungan di atas Rp10 juta) mencatat tren mirip di mana indeks belanja maupun tabungannya stagnan.
Situasi tekanan ini berpotensi semakin memburuk ke depan di tengah berbagai wacana kebijakan yang memberatkan daya beli masyarakat. Keputusan pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai awal tahun depan akan kian menyudutkan kekuatan konsumsi masyarakat.
Sementara dalam waktu dekat, ada potensi lonjakan pengeluaran energi atau transportasi seiring dengan rencana pembatasan konsumsi BBM bersubsidi Pertalite dan Solar yang diprediksi akan dimulai pada kuartal III tahun ini begitu revisi Peraturan Presiden No. 191/2014 rampung.
"Bila Pertalite dibatasi, yang pasti masyarakat akan tergerak mencari substitusi ke nonsubsidi seperti Pertamax. Pengeluaran transportasi tentu akan naik," komentar Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad.
Kelas menengah yang menjadi motor konsumsi nasional sejauh ini akan semakin tertekan dan bisa menyeret kinerja konsumsi rumah tangga domestik.
Kinerja konsumsi rumah tangga tahun ini diperkirakan bisa semakin terperosok di bawah 4,3% dari tahun lalu yang tumbuh 4,82%, menurut perhitungan Centre of Economic and Law Studies (CELIOS), akibat kebijakan kenaikan PPN di tengah daya beli masyarakat yang sudah lesu saat ini.
"Kenaikan tarif PPN jadi 12% itu bila diakumulasi dalam 4 tahun terakhir, sebenarnya kenaikannya mencapai 20%, bukan 2%. Dari [tarif PPN] 10% ke 11% lalu menjadi 12%, total kenaikan mencapai 20%. Ini adalah kenaikan tarif yang sangat tinggi," kata Head of Research Group dan Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudistira, Selasa (12/3/2024).
Bila tidak ada stimulus lebih lanjut yang bisa mengimbangi tekanan konsumsi masyarakat, pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa semakin melambat dari tahun lalu.
Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi RI tahun ini dan pada 2025 stagnan di 4,9%. Sedangkan IMF memperkirakan ekonomi RI mungkin akan tumbuh 5% tahun ini, lebih kecil daripada capaian 2023.
(rui/aji)