"Berita itu tak akan bisa ditutupi dan ini tak bisa di-rem karena sudah muncul di publik. Harus jelas itu uang apa. Tak bisa berhenti di situ," kata mantan Hakim Konstitusi tersebut.
Mahfud pun akan kembali terlibat dalam pengungkapan dana janggal pada rekening pegawai pajak tersebut. Dia mengatakan, akan kembali menagih penjelasan tentang temuan PPATK pada periode 2009-2023 tersebut saat kembali ke Indonesia, Senin (20/3/2023).
"Episode berikutnya, tunggu saja hari senin, saya sudah di Jakarta," ujar dia.
Sebelumnya, sejumlah pejabat memang mulai menyebarkan pernyataan yang mendorong opini transaksi janggal tersebut bersifat netral. Ketua PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, data transaksi Rp 300 triliun bukan dari penyalahgunaan kewenangan pegawai Kemenkeu, sehingga menjadi korupsi atau TPPU.
Menurut dia, data tersebut adalah transaksi janggal seputar kegiatan kepabeanan, cukai, dan pajak. Dalam hal ini, lanjut Ivan, Kemenkeu memiliki penyidik yang memang bisa memeriksa dugaan kejahatan yang pidana asalnya tiga wilayah tadi.
Dia menegaskan, memang ada transaksi yang melibatkan pegawai Kemenkeu. Namun nilai transaksinya sangat kecil.
Bahkan, Ivan memuji Kemenkeu yang telah menanggapi dan memeriksa laporan pada pegawai di institusinya tersebut. Sejumlah pejabat kemenkeu pun bolak-balik melontarkan pembelaan diri yang hampir mirip dengan Ketua PPATK.
PPATK Seharusnya Lapor Penegak Hukum
Mahfud bukan satu-satunya pejabat yang menolak penyederhanaan kasus transaksi janggal Rp 300 triliun. Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun menilai aneh rangkaian proses pelaporan, pemeriksaan, hingga kesimpulan cepat tersebut.
Anggota Komisi III, Benny K Harman mengatakan, PPATK sejak dari awal seharusnya langsung menyerahkan laporan hasil analisa transaksi mencurigakan kepada aparat penegak hukum.
Menurut dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan Kejaksaan juga memiliki kemampuan dan kewenangan memeriksa kasus pada sektor pajak, kepabeanan, dan cukai.
Menurut dia, PPATK bisa melaporkan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi jika tiga penegak hukum lambat atau tak memerika laporan transaksi janggal tersebut. Bahkan, masyarakat bisa bersuara dan mendorong pengusutan kalau presiden juga tak memberikan perhatian terhadap laporan senilai Rp 300 triliun tersebut.
"Hanya (PPATK) janganlah mencla-mencle," kata Benny.
(frg/wep)