Logo Bloomberg Technoz

Lonjakan harga emas terjadi setelah rilis data ketenagakerjaan di Amerika Serikat (AS) akhir pekan lalu. Pada Februari, ekonomi Negeri Paman Sam mencetak 275.000 lapangan kerja non-pertanian (non-farm payroll). Angka ini memang masih di atas konsensus pasar dengan perkiraan 200.000.

Namun, tingkat pengangguran meningkat dari 3,7% menjadi 3,9%. Tingkat pengangguran Februari menjadi yang tertinggi dalam 2 tahun terakhir.

“Meski non-farm payroll bertambah dengan solid, tetapi detil lain dalam laporan ini menunjukkan pelemahan. Pasar tenaga kerja menyesuaikan diri dengan kebijakan moneter ketat dari bank sentral. Ini membuka peluang untuk penurunan suku bunga acuan pada pertengahan tahun,” kata Scott Anderson, Chief US Economist di BMO Capital Markets, seperti diwartakan Bloomberg News.

Emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Dalam iklim suku bunga tinggi, memegang emas tidak menguntungkan. Namun sebaliknya, emas menjadi menguntungkan dalam kondisi suku bunga rendah.

Analisis Teknikal

Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), emas memang masih bullish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 81,06. RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bullish.

Namun, RSI di atas 70 juga berarti sudah masuk area jenuh beli alias overbought. Posisi overbought juga kemudian terkonfirmasi dari indikator Stochastic RSI yang sudah di atas 80, tepatnya di 88,82.

Oleh karena itu, ada kemungkinan harga emas bakal turun. Target support terdekat adalah US$ 2.139/ons. Jika tertembus, maka US$ 2.082/ons bisa menjadi target berikutnya.

Sementara target resisten terdekat adalah US$ 2.182/ons. Penembusan di titik ini bisa membawa harga emas naik lagi menuju US$ 2.186/ons.

(aji)

No more pages