1. Royalti Batu Bara Bukan Pajak, tetapi PNBP
Luhut menyebutkan bahwa bahwa Sistem Informasi Mineral dan Batubara (Simbara) bisa meningkatkan penerimaan pajak melalui royalti batu bara.
Faktanya, royalti batu bara dikelompokkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), bukan sebagai penerimaan pajak.
Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak disebutkan bahwa PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara.
Lebih lanjut, pasal 4 beleid tersebut juga menyebutkan bahwa objek PNBP adalah pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA), pelayanan, pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana dan hak negara lainnya.
Dalam kaitan itu, Kementerian Keuangan selalu mengelompokkan royalti batu bara sebagai PNBP dari pendapatan SDA nonmigas dalam laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
2. Kenaikan PNBP Terjadi Sejak 2022, Imbas Penyesuaian Tarif Royalti
Luhut mengisyaratkan bahwa Simbara terbukti telah berhasil meningkatkan penerimaan negara dari royalti batu bara.
Faktanya, penerimaan royalti batu bara sebenarnya memang sudah mengalami peningkatan sejak 2022, atau sebelum Simbara beroperasi pada akhir 2023, karena adanya penyesuaian tarif royalti batu bara.
Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 26/2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Beleid yang berlaku pada 14 September 2022 itu mengatur penyesuaian royalti untuk tingkat kalori <4.200 Kkal/kg untuk harga batu bara acuan (HBA) kurang dari US$70 per ton dipatok 5% dari harga, sedangkan untuk HBA pada kisaran US$70 per ton hingga kurang dari US$90 per ton dipatok 6% dari harga dan lebih dari US$90 per ton royalti yang ditetapkan mencapai 8% dari harga.
Untuk batu bara dengan kalori lebih dari 4.200—5.200 Kkal/kg dengan HBA kurang dari US$70 per ton, pemerintah mematok royalti 7% dari harga. Sementara itu, untuk HBA pada kisaran US$70 per ton hingga kurang dari US$90 per ton dipatok 8,5% dari harga. Adapun, untuk HBA atau lebih dari US$90 per ton, maka iuran yang dipatok adalah 10,5% dari harga.
Sementara itu, untuk tingkat kalori lebih dari 5.200 Kkal/kg dengan HBA atau kurang dari US$70 per ton royalti yang ditetapkan adalah 9,5% dari harga. Untuk HBA pada kisaran US$70 per ton hingga kurang dari US$90 per ton dipatok 11,5% dari harga.
Terakhir, untuk batu bara pada tingkat kalori tersebut dengan HBA lebih dari US$90 maka royalti yang dikenakan adalah 13,5% dari harga.
Sebelumnya dalam PP No. 81/2019, padahal, royalti batu bara (open fit) hanya dipatok pada kisaran 3% hingga 7% dari harga jual.
Selain itu, Kementerian Keuangan mencatat kenaikan PNBP SDA Nonmigas secara signifikan telah terjadi sejak 2022, yakni mencapai Rp120 triliun atau meningkat 127,1% dibandingkan dengan 2021 sebesar Rp52,9 triliun.
Tren peningkatan PNBP SDA Nonmigas berlanjut pada 2023 yakni mencapai Rp138 triliun pada 2023. Angkanya tumbuh 15% dari realisasi 2022 sejumlah Rp120 triliun di tengah harga komoditas batu bara yang mengalami penurunan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui pendapatan SDA nonmigas pada 2023 mampu tumbuh 15% imbas kenaikan kewajiban royalti batu bara kepada pemerintah.
“Pendapatan SDA nonmigas kenaikannya 15%, tahun lalu sudah naik 127,1% karena harga komoditas masih tinggi, tahun 2021 naik 87,9% juga harga komoditas terutama batu bara tinggi. Tahun 2023 yang seharusnya turun karena harga komoditas batu bara turun, kita tetap bisa tumbuh 15% karena Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2022 [yang mengatur] kenaikan royalti,” ujar Sri Mulyani.
3. Apa Itu Simbara?
Luhut menyebutkan Simbara sebagai sistem yang bisa mencatat setiap hasil tambang batu bara dan bisa meningkatkan penerimaan royalti.
Faktanya, Sistem Informasi Mineral dan Batubara (Simbara) baru go live mulai September 2023 dan saat ini mengintegrasikan pengelolaan komoditas batubara di dalam satu ekosistem. Pada 2024, diharapkan komoditas nikel dan timah juga dapat diintegrasikan dalam Simbara.
Simbara mengintegrasikan proses mulai dari single identity dari wajib pajak dan wajib bayar, proses perizinan tambang, rencana penjualan, verifikasi penjualan, pembayaran PNBP, serta ekspor dan pengangkutan atau pengapalan, dan devisa hasil ekspor.
-- Dengan asistensi Dovana Hasiana
(dov/wdh)