Logo Bloomberg Technoz

Sidang isbat dilakukan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) beserta pihak-pihak terkait. Sidang isbat terdiri dari tiga tahap, yaitu:

  • Pemaparan posisi hilal (untuk bulan Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha)
  • Pelaksanaan sidang isbat
  • Konferensi pers hasil sidang isbat.

Sejarah Pelaksanaan Sidang Isbat

Riwayat tentang sidang isbat terdapat dalam tulisan berjudul Kilas Balik Penetapan Awal Puasa Dan Hari Raya Di Indonesia yang ditulis oleh Moh Iqbal Tawakal, Pengamat Meteorologi dan Geofisika (PMG) di Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah II Tangerang.

Sebelum Indonesia merdeka, penentuan awal bulan Qamariyah antar ormas Islam tidak diselenggarakan melalui sidang isbat. Pada masa itu, awal Ramadan hingga Idul Fitri ditetapkan oleh masing-masing kepala adat. Setiap kepala adat memiliki perhitungan sendiri-sendiri, sehingga awal Ramadan dan Idul Fitri sering berbeda di berbagai wilayah.

Pada tanggal 4 Januari 1946, Kementerian Agama diberi tugas untuk menentukan Idul Fitri dan Idul Adha. Namun, ketetapan tersebut tidak diikuti oleh seluruh umat Islam hingga pemerintah mendirikan Badan Hisab Rukyat (BHR) pada 16 Agustus 1972.

BHR bertugas untuk menyelaraskan pemahaman dan penetapan tanggal 1 pada bulan Hijriah. Selain itu, BHR juga melakukan kajian, penelitian, dan pengembangan terkait hisab rukyat, serta urusan ibadah terkait arah kiblat, waktu sholat, awal bulan, waktu gerhana bulan, dan matahari.

Di bawah naungan BHR, kriteria penentuan awal bulan Qamariyah terus mengalami perubahan dan penyempurnaan. Pada awal kemerdekaan, awal bulan didasarkan pada penampakan hilal.

Kemudian, pada masa Orde Baru, penetapan 1 Syawal menggunakan imkanur rukyat yang memiliki 3 kriteria. Ketiga kriteria tersebut adalah tinggi hilal di atas 2 derajat, jarak hilal dengan matahari minimal 3 derajat, dan umur bulan sejak ijtimak adalah 8 jam.

Kriteria ini mulai diterima di tingkat regional dalam forum Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) pada tahun 1974. Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, BHR hampir dibubarkan karena dianggap tidak mampu memberikan kontribusi pada penyetaraan awal bulan Qamariyah dan penyelenggaraan hari raya.

Namun, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2004-2014, BHR diaktifkan kembali dengan penambahan anggota dari kalangan ahli astronomi. Hal ini bertujuan agar keputusan yang dihasilkan tidak hanya diterima secara agama, tetapi juga secara ilmiah.

Sejak saat itu, sidang isbat disiarkan langsung melalui televisi agar masyarakat dapat menyaksikan proses penetapan awal Ramadhan dan Syawal. Hingga saat ini, sidang isbat diadakan setiap tahun.

(red)

No more pages