“Tanpa intervensi yang berarti, beban perekonomian akan terus meningkat hingga mencapai US$3,42 miliar atau Rp53 triliun pada 2030 dan US$5,69 miliar atau Rp88,2 triliun pada 2060,” sebagaimana dikutip melalui laporan tersebut.
Berdasarkan evaluasi biaya yang dikeluarkan oleh provinsi-provinsi terdampak, dampaknya terlihat lebih besar terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar sumber emisi.
Adapun, masyarakat yang berada di Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah akan terkena dampak paling besar.
Crea memproyeksikan kematian akibat polusi udara terkait dengan emisi smelter dan captive power pada 2023 mencapai kisaran 1.500 hingga 2.000 kasus kematian di Sulawesi Tenggara, 1.000 kasus kematian di Sulawesi Selatan, 500—1.000 kasus kematian di Maluku Utara dan Sulawesi Tengah.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan hilirisasi telah menciptakan sejumlah dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Dalam hal penciptaan lapangan kerja, Kepala Negara menyebut hilirisasi mampu membuka kesempatan bagi para calon pekerja secara signifikan.
“Di Sulawesi Tengah, sebelum hilirisasi, hanya 1.800 tenaga kerja yang terangkut di dalam pengolahan nikel. Setelah hilirisasi, menjadi 71.500 tenaga kerja yang bisa bekerja karena adanya hilirisasi nikel di Sulteng,” ujar Jokowi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengamini program hilirisasi nikel di Maluku Utara dan Sulawesi Tengah berhasil mengantarkan kedua provinsi tersebut mencapai pertumbuhan ekonomi fantastis pada 2023.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan pertumbuhan ekonomi di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua melaju di atas rerata pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun lalu.
Secara spesifik, pertumbuhan ekonomi di Pulau Sulawesi menembus 6,37% secara anual pada 2023, sedangkan di Maluku dan Papua 6,94%.
“Pertumbuhan ekonomi 2023 tertinggi ada di Maluku Utara yaitu 20,49%, sedangkan di Sulawesi Tengah 11,91%” ujar Amalia.
Dia pun tidak menampik pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara dan Sulawesi Tengah didorong industri pengolahan, pertambanagan, dan penggalian.
“Industri yang memang cukup besar di kedua provinsi tersebut adalah berasal dari industri olahan barang tambang terutama feronikel. Jadi, jika ditarik kesimpulan, industrialisasi atau program hilirisasi nikel memang memberikan dampak pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di sana,” tegas Amalia.
-- Dengan asistensi Dovana Hasiana
(red/wdh)