“[Sementara] kalau urusan pintu keluarnya satu pintu dari Pak Jokowi, kan kemarin sudah bikin perizinan satu pintu, di mana BKPM yang mengeluarkan semua izin. Intinya kan satu pintu, tetapi di dalamnya kan banyak kamarnya. Kamar yang mengurusi persyaratan itu semua ada di ESDM, pintu keluarnya saja BKPM,”
Hal yang sama berlaku untuk pencabutan IUP, Resvani mengatakan, Bahlil memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut selama memiliki dasar hukum.
Sekadar catatan, pembentukan satgas tersebut mengacu pada Peraturan Presiden No. 70/2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi.
Pasal 1 beleid menyebut soal pembentukan Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi oleh Presiden Joko Widodo, dalam rangka “penataan penggunaan lahan secara berkeadilan, penataan perizinan berusaha untuk sektor pertambangan, perkebunan dan pemanfaatan hutan, serta dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi untuk optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam.”
Muara pembentukan satgas tersebut adalah Keputusan Presiden No. 11/2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi.
Dalam keppres tersebut tertulis bahwa satgas yang dimaksud diketuai oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM, dengan wakil ketua Wakil I Jaksa Agung, Wakil Ketua II Wakil Kepala Polri, serta Sekretaris Sdri. Dini Purwono.
Resvani menggarisbawahi mekanisme pencabutan IUP yang dilakukan oleh Bahlil harus dilakukan dalam koridor peraturan yang berlaku, termasuk memperhatikan hak dan kewajiban dari pemegang IUP.
Mekanisme dan kriteria untuk pencabutan IUP, Resvani melanjutkan, harus dipublikasikan kepada masyarakat agar tidak menimbulkan spekulasi dan opini.
Dalam kaitan itu, pemerintah juga dinilai harus memberikan pemberitahuan terlebih dulu sebelum mencabut IUP, apalagi pemerintah memiliki fungsi sebagai pembina dan pengawas.
“Batas-batas kewenangan atau tumpang tindih itu harus dikembalikan kepada keppres dan perpres satgas investasi seperti apa, kalau keppres kan dari presiden. Semua menteri tunduk ke presiden kan,” ujarnya.
Resvani sebenarnya lebih memilih untuk memperhatikan apakah mekanisme pencabutan IUP dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibandingkan mengomentari soal tumpang tindih kewenangan.
“Jangan terjebak pada ego sektoral, yang justru diperhatikan apakah pencabutan izin itu dilakukan secara proper dengan memperhatikan kewenangan yang berlaku. Siapapun yang mencabut, ya tetap namanya pemerintah yang mewakili presiden yang paling tinggi di pemerintah,” ujarnya.
-- Dengan asistensi Dovana Hasiana
(red/wdh)