Logo Bloomberg Technoz


Hal yang sama juga terjadi pada Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara, di mana penyerapan tenaga kerja paling tinggi dirasakan pada tahun ke-3, tetapi berangsur-angsur turun dan penyerapan tenaga kerja pada tahun ke-15 bakal lebih rendah dibandingkan dengan penyerapan pada tahun ke-1. 

“Tren ini konsisten dengan proyeksi penurunan output dari pertambangan, penggalian dan semua sektor lainnya seiring dengan munculnya dampak eksternal negatif yang lebih nyata pada beberapa tahun kemudian,” tulis tim peneliti Crea melalui laporan tersebut, dikutip Jumat (8/3/2024).

Upah Pekerja 

Fenomena penurunan juga diestimasikan terjadi pada upah pekerja, di mana provinsi-provinsi tersebut hanya merasakan hasil positif dari hilirisasi pada tahun ke-3, tetapi perlahan turun pada tahun berikutnya.

Skenario BAU bagi upah pekerja memperlihatkan adanya peningkatan awal dan mencapai puncaknya pada tahun-3 sebesar Rp19,95 triliun per tahun. Namun, dalam tahun-tahun berikutnya, upah justru mengalami penurunan signifikan hingga hanya mencapai minus Rp60 miliar per tahun.

Bahkan, angka ini turun drastis dibandingkan upah pekerja pada tahun ke-1 sebesar Rp4,28 triliun per tahun.

“Penurunan yang mencolok ini kemungkinan besar disebabkan oleh berkurangnya permintaan akan tenaga kerja karena dampak negatif yang mulai berpengaruh pada berkurangnya output atas semua sektor ekonomi dan produktivitas tenaga kerja yang menurun akibat beban biaya kesehatan,” papar Crea.

Adapun, total akumulasi upah pekerja di berbagai sektor yang dihasilkan selama 15 tahun berjumlah US$14,71 miliar atau setara Rp228 triliun. Namun, skenario BAU mengenai proyeksi upah pekerja dalam jangka panjang cenderung turun.

“Sebab, pendapatan pekerja di sektor pertanian dan perikanan cukup terdampak oleh aktivitas industri pengolahan nikel. Pekerja yang menghadapi penurunan produktivitas akibat pencemaran udara ikut mempengaruhi pendapatan yang diterima,” sebagaimana dikutip melalui laporan tersebut. 

Suasana Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah, Minggu (9/7/2023). (Dimas Ardian/Bloomberg)


Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan hilirisasi telah menciptakan sejumlah dampak positif bagi perekonomian Indonesia.Dalam hal penciptaan lapangan kerja, Kepala Negara menyebut hilirisasi mampu membuka kesempatan bagi para calon pekerja secara signifikan.

“Di Sulawesi Tengah, sebelum hilirisasi, hanya 1.800 tenaga kerja yang terangkut di dalam pengolahan nikel. Setelah hilirisasi, menjadi 71.500 tenaga kerja yang bisa bekerja karena adanya hilirisasi nikel di Sulteng,” ujar Jokowi.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengamini program hilirisasi nikel di Maluku Utara dan Sulawesi Tengah berhasil mengantarkan kedua provinsi tersebut mencapai pertumbuhan ekonomi fantastis pada 2023.

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan pertumbuhan ekonomi di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua melaju di atas rerata pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun lalu.

Secara spesifik, pertumbuhan ekonomi di Pulau Sulawesi menembus 6,37% secara anual pada 2023, sedangkan di Maluku dan Papua 6,94%.

“Pertumbuhan ekonomi 2023 tertinggi ada di Maluku Utara yaitu 20,49%, sedangkan di Sulawesi Tengah 11,91%” ujar Amalia.

Dia pun tidak menampik pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara dan Sulawesi Tengah didorong industri pengolahan, pertambanagan, dan penggalian.

“Industri yang memang cukup besar di kedua provinsi tersebut adalah berasal dari industri olahan barang tambang terutama feronikel. Jadi, jika ditarik kesimpulan, industrialisasi atau program hilirisasi nikel memang memberikan dampak pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di sana,” tegas Amalia.

-- Dengan asistensi Dovana Hasiana

(red/wdh)

No more pages