Arsal menambahkan saat ini PTBA juga membuka opsi selain produksi DME dalam proyek penghiliran batu bara melalui proses gasifikasi tersebut.
“PTBA tetap berkomitmen mendukung hilirisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Jadi, untuk yang DME ini, kami sedang penjajakan dengan beberapa perusahaan di China. Di samping itu, kami akan melakukan penjajakan hilirisasi non-DME, tetapi fokus pada produk turunan lainnya seperti metanol, etanol, dan sebagainya. Kami sedang melakukan kajian,” ujarnya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya membenarkan pemerintah tengah mengkaji kemungkinan PTBA untuk melanjutkan penghiliran batu bara selain menjadi DME sebagai substitusi gas minyak cair atau liquified petroleum gas (LPG).
Plt. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM saat itu, yaitu Muhammad Wafid, mengatakan progres rencana proyek penghiliran batu bara PTBA masih berkutat di tataran pembicaraan.
“Masih dalam pembicaraan. [Secara] bilateral ingin kami bicarakan juga dengan PTBA terkait dengan keinginan penghiliran [batu bara melalui skema] gasifikasi. Kami masih terus mencari partner [baru pengganti APCI],” ujarnya saat ditemui, akhir Agustus.
Untuk diketahui, pemerintah memiliki dua megaproyek penghiliran batu bara melalui skema kerja sama dengan badan usaha. Pertama, yaitu pengolahan batu bara menjadi amonia yang digawangi Grup Bakrie, PT Bumi Resources Tbk. (BUMI). Kedua, pengolahan menjadi DME sebagai substitusi LPG yang dipenggawai PTBA.
Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo kerap menyinggung bahwa proyek penghiliran batu bara dapat mengurangi beban subsidi energi untuk LPG senilai Rp7 triliun per tahun.
Untuk gasifikasi, proyek itu sejatinya direncanakan selama 20 tahun di wilayah Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE) yang berada di mulut tambang batu bara Tanjung Enim, Sumatra Selatan. BACBIE akan berada di lokasi yang sama dengan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8.
Dengan mendatangkan investasi asing dari APCI senilai US$2,1 miliar atau sekitar Rp30 triliun, proyek itu tadinya digadang-gadang sanggup memenuhi kebutuhan 500.000 ton urea per tahun, 400.000 ton DME per tahun, dan 450.000 ton polipropilen per tahun.
Menyitir pernyataan resmi Pertamina, dengan utilisasi 6 juta ton batu bara per tahun, proyek ini diklaim dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun untuk mengurangi impor LPG 1 juta ton per tahun sehingga dapat memperbaiki neraca perdagangan.
Selain itu, proyek ini diharapkan dapat memberikan efek domino seperti menarik investasi asing lainnya dan –melalui penggunaan porsi tingkat komponen dalam negeri (TKDN)– proyek itu juga dapat memberdayakan industri nasional dengan penyerapan tenaga kerja lokal.
(wdh)