Pasar semakin bersemangat ketika Presiden European Central Bank, bank sentral Uni Eropa, Christine Lagarde, menyatakan adanya kemungkinan penurunan bunga ECB pada Juni nanti.
Semula, pasar optimistis bunga The Fed akan mulai dipangkas pada Maret dan berlanjut sepanjang tahun sebanyak 150 bps total. Namun, melihat perkembangan inflasi yang masih bandel dan kekuatan pasar tenaga kerja, ekspektasi itu terkikis dan kini bergeser Juni dengan total penurunan bunga antara tiga hingga empat kali atau 100 bps.
"Pemangkasan bunga The Fed akan dimulai sekitar Juni di tengah risiko yang dihadapi oleh bank kecil dan bank regional AS. Penurunan setidaknya 100-125 bps untuk membawa bunga acuan kembali ke Juli 2023 ke level bunga riil karena inflasi sudah turun," kata Howe Chung Wang, Head of Asian Fixed Income di Principal Asset Management, pengelola dana US$695 miliar, seperti dilansir oleh Bloomberg News, Jumat (8/3/2024).
Kebijakan moneter ketat di AS akan terus memberikan dampak buruk sementara dukungan terhadap perekonomian melalui kebijakan fiskal, perdagangan dan industri yang menciptakan konsumsi dan lapangan kerja mungkin sulit dilakukan di tahun pemilu, menurutnya.
Dengan asumsi bunga The Fed turun mulai tahun ini, ada peluang imbal hasil US Treasury 10Y akan bergerak di bawah 4% tahun ini. Dolar AS juga akan semakin melemah sehingga memberikan ruang bagi mata uang lawannya untuk menguat.
Data Pengangguran
Nanti malam, AS akan merilis data tingkat pengangguran Februari, juga data Nonfarm Payrolls disusul publikasi pertumbuhan upah dan angka partisipasi kerja.
Data ini juga sangat krusial mempengaruhi arah kebijakan bunga The Fed. Lonjakan inflasi di AS diyakini banyak didorong oleh permintaan tinggi di pasar tenaga kerja yang melesatkan tingkat upah di negeri dengan ukuran ekonomi terbesar itu.
Upah yang tinggi telah menaikkan permintaan di tengah adanya disrupsi rantai pasokan efek pandemi Covid-19. Alhasil, inflasi tak terkendali menembus level tertinggi dalam empat dekade dan akhirnya menempatkan The Fed merilis kebijakan pengetatan paling agresif, dengan kenaikan bunga lebih dari 500 basis poin.
Alhasil, ketika pasar tenaga kerja melemah, diharapkan tingkat upah pun turut mengendur sehingga melemahkan pula tekanan pada inflasi harga. Akan tetapi, The Fed juga dituntut agar pengetatan itu tidak sampai menjatuhkan perekonomian AS dalam resesi. Di sinilah permainanya.
Kejatuhan bank-bank regional Maret tahun lalu yang ditakutkan akan memicu krisis lebih besar pada akhirnya membuat The Fed berbalik arah dengan mengucurkan likuiditas tambahan melalui berbagai kebijakan spesifik ke sektor perbankan.
Kini dengan pernyataan yang dovish dua hari berturut-turut, perhatian pasar akan fokus pada data nanti malam. "Data pasar kerja nanti malam akan menjadi hal yang liar. Bila angkanya sangat bagus [sesuai prediksi pasar], kita bisa melihat imbal hasil Treasury 10Y turun ke 3%. Namun, bila terjadi sebaliknya maka yield bisa naik lagi ke 4,3%," kata Andrew Brenner, Head of Fixed Income di Natalliance Securities.
Konsensus pasar memperkirakan, penambahan lapangan kerja baru di perekonomian pada Februari mencapai 200.000 pekerjaan, lebih kecil dibandingkan angka Januari yang mencapai 353.000 pekerjaan baru.
Beberapa analis memperkirakan penambahan lapangan kerja di angka 260.000 seperti dilansir RBC Capital Market. Sementara Citigroup memperkirakan angka lebih kecil sebesar 145.000 pekerjaan baru.
Selain data penambahan lapangan kerja, data penting lain yang ditunggu nanti malam adalah pertumbuhan upah. Apabila pertumbuhan kenaikan upah lebih cepat daripada perkiraan, perusahaan akan membebankan biaya upah itu ke konsumer dan berimbas pada inflasi, menurut analisis Presiden Bolvin Wealth Management Group Gina Bolvin.
Konsensus pasar memperkirakan kenaikan upah rata-rata pada Februari mencapai 4,3% year-on-year dan 0,2% month-to-month dibandingkan angka Januari masing-masing 4,5% dan 0,6%. Sedangkan angka partisipasi kerja diprediksi naik tipis ke 62,6% dari tadinya 62,5%.
Serial katalis pasar dari berbagai data pekan ini akan berlanjut lebih heboh pada pekan depan ketika Amerika merilis data inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 12 Maret. Pasar memperkirakan inflasi IHK Februari stabil di 3,1%. Sedangkan inflasi inti tahunan turun ke 3,7% dari 3,9% pada Januari lalu.
(rui/aji)