Logo Bloomberg Technoz

Dikutip Bloomberg, Jervois sebelumnya juga menghentikan proyek di Idaho, yang seharusnya menjadi tambang kobalt baru Amerika Serikat (AS) yang pertama dalam beberapa dekade, sekitar setahun yang lalu.

Perusahaan menyoroti tantangan yang dihadapi pemerintahan Joe Biden dalam upayanya untuk mengurangi dominasi China dalam rantai pasokan logam yang penting bagi transisi energi.

“Efisiensi yang baru dilakukan kali ini disebabkan oleh kondisi pasar kobalt yang merugikan yang disebabkan oleh kelebihan produksi [smelter] China dan dampaknya terhadap harga,” kata Jervois, seraya menambahkan bahwa pihaknya tetap “bertekad untuk menyediakan rantai pasokan mineral penting dari Barat yang bersumber secara bertanggung jawab.”

Saham Jervois anjlok sebanyak 17% di Sydney. Harganya telah anjlok dari puncaknya sebesar 96,29 sen Australia (63 sen) pada bulan April 2022, menjadi kurang dari 3 sen pada pukul 11:35 waktu setempat pada Kamis (7/3/2024).

Perkiraan produksi kobalt Indonesia, dimana negeri punya cadangan 600 ribu metrik ton. (Dok Bloomberg)


Selain Jervois, Glencore Plc —penambang dari Swiss — juga memangkas target produksi kobalt tahun ini sebagai respons terhadap kondisi pasar yang lemah, yang mendorong penambang tersebut menimbun logam yang terbukti sulit untuk dijual.

Perusahaan berencana memproduksi antara 35.000 hingga 40.000 ton logam baterai tahun ini, turun sebanyak 42% dari target produksi yang ditetapkan pada Desember 2022, katanya dalam pernyataan yang dilansir Januari.

Perusahaan juga diperkirakan mengeluarkan biaya produksi yang lebih tinggi di tambang tembaganya, sebagian karena adanya penimbunan kobalt yang tidak terjual.

Glencore diambil alih oleh CMOC Group asal China sebagai produsen kobalt terbesar di dunia pada tahun lalu, dan penurunan tajam target produksinya menandai revisi besar terhadap rencana ekspansi yang dapat membantu Glencore mendapatkan kembali kejayaannya.

CMOC menjadi produsen kobalt terbesar di dunia./dok. Bloomberg


Produksi kobalt perusahaan turun 6% menjadi 41.300 ton pada 2023, sementara produksi tembaga turun 5% dan seng turun 2%.

Pasar kobalt telah dibanjiri oleh meningkatnya pasokan dari CMOC Group di Republik Demokratik Kongo, serta melonjaknya produksi di Indonesia. Permintaan kobalt juga berada di bawah tekanan karena perlambatan pasar kendaraan listrik dan lesunya penjualan barang elektronik konsumen.

“Glencore akan memangkas produksi kobalt dengan mengurangi tingkat operasi di tambang Mutanda di Kongo,” kata perseroan. Hal ini juga akan berdampak pada produksi tembaga, kata perusahaan.

Raksasa komoditas ini juga memperkirakan bisnis perdagangannya akan menghasilkan laba sebelum pajak yang disesuaikan sebesar US$3,5 miliar pada tahun lalu, mempersempit perkiraan sebelumnya sebesar US$3,5 miliar menjadi US$4 miliar.

(wdh)

No more pages