Lebih lanjut, ia juga menyinggung terjadinya fragmentasi ekonomi global yang menyebabkan Prompt Manufacturing Index (PMI) di beberapa negara maju menjadi kontraktif.
“Ini semua lah yang menyebabkan Kenapa Produk Domestik Bruto (PDB) global tahun 2024 masih akan lemah atau belum pulih dibandingkan tahun lalu,” ucapnya.
Dalam kesempatan ini, Sri Mulyani juga membagikan pengalamannya saat menghadiri pertemuan para Menkeu dan Gubernur Bank Sentral di G20. Salah satunya, persoalan suku bunga yang tinggi juga menjadi pembahasan dalam forum tersebut.
“Dan juga kinerja dari lembaga-lembaga non bank yang sekarang menjadi pusat perhatian dari regulator karena dianggap berpotensi menciptakan sebuah risiko baru bagi perekonomian global,” ujar Sri Mulyani.
Dalam kesempatan sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan proteksionisme perdagangan memperparah kesenjangan ekonomi dan berdampak negatif bagi negara berpendapatan rendah.
Pertemuan FMCBG utamanya membahas dinamika global terkini, seperti berbagai kebijakan ekonomi untuk mengatasi kesenjangan, perspektif global terhadap pertumbuhan, inflasi dan stabilitas keuangan, perpajakan internasional, sektor keuangan di abad 21, serta utang global dan keuangan berkelanjutan.
Selain itu, pertemuan para Menkeu dan Gubernur Bank Sentral G20 tersebut diketahui belum dapat menyepakati seluruh isu yang tertuang dalam draft Communique yang telah melalui tahapan negosiasi oleh para Deputi Menteri Keuangan pada tanggal 21-22 Februari 2024 dan pada tanggal 26-27 Februari 2024. Untuk itu, Presidensi Brasil mengeluarkan dokumen FMCBG berupa Chair’s Summary.
(azr/lav)