Arus keluar modal asing masih cukup kuat terutama di pasar surat utang negara (SBN) di mana posisi kepemilikan asing terus turun hingga ke level terendah empat bulan di Rp832,32 triliun per 5 Maret, menurut data Kementerian Keuangan.
Angka itu sudah turun Rp16,85 triliun dari posisi tertinggi tahun ini pada 25 Januari lalu. Untuk mengimbangi tekanan pada nilai tukar dan harga obligasi, BI juga terlihat aktif mengguyur pasar baik di pasar valas maupun pasar surat utang. Kepemilikan SBN oleh BI sampai 4 Maret naik Rp11,06 triliun month-to-date.
Memasuki Maret, banyak perusahaan yang bersiap mengucurkan dividen pada para pemegang saham di mana hal itu akan mempegaruhi animo permintaan terhadap dolar AS di pasar yang bisa berdampak pada rupiah. Mengacu pada historis, tekanan terhadap rupiah akibat lonjakan permintaan dolar AS, mulai terjadi pada kuartal II dan III.
Selain potensi tekanan rupiah akibat dolar AS yang bisa menguras cadangan devisa demi upaya stabilisasi, posisi cadangan devisa ke depan juga menghadapi kenaikan nilai utang luar negeri jatuh tempo.
Berkaca pada data terakhir Statistik Utang Luar Negeri yang dirilis 15 Februari lalu, pemerintah dan bank sentral memang mencatat kenaikan posisi ULN jatuh tempo kurang dari setahun per Desember 2023 angkanya sebesar US$ 18,81 miliar, naik 24% year-on-year.
Kenaikannya terutama disumbang oleh utang luar negeri bank sentral yang melonjak dari US$ 872 juta pada akhir 2022 menjadi US$ 5,11 miliar atau naik 486% year-on-year. Sementara utang luar negeri pemerintah yang jatuh tempo dalam waktu dekat per Desember lalu turun 4,25% year-on-year menjadi US$ 13,7 miliar. Sedangkan sektor swasta mencatat penurunan posisi ULN jatuh tempo jangka pendek 0,6% year-on-year.
(rui/aji)