TD Securities memperkirakan harga emas bisa bergerak ke US$ 2.3000/ons saat bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve memulai siklus pemotongan suku bunga acuan.
Investor biasanya memang berburu emas dalam iklim suku bunga rendah. Sebab, emas merupakan aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset) sehingga kurang menguntungkan dalam kondisi suku bunga tinggi.
Ditambah lagi ada risiko konflik geopolitik, yang mendongkrak pamor emas sebagai aset aman (safe haven). Perang di Ukraina belum juga berakhir, bahkan perkembangan terbaru bisa mengarah ke sesuatu yang lebih serius.
“Permintaan emas dari para sovereign reserve manager tentu akan kuat karena Moskow dan NATO mengemukakan secara terbuka soal konflik langsung,” tegas Adrian Ash, Direktur Riset di BullionVault, seperti diwartakan Bloomberg News.
Analisis Teknikal
Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), emas memang masih bullish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 76,34. RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bullish.
Namun perlu diperhatikan indikator Stochastic RSI sudah berada di angka 100. Sudah maksimal, sudah sangat jenuh beli (overbought).
Oleh karena itu, besar kemungkinan harga emas akan mengalami koreksi dan masuk fase konsolidasi. Target support terdekat ada di US$ 2.088/ons. Jika tertembus, maka US$ 2.059/ons bisa menjadi target selanjutnya.
Sementara target resisten terdekat adalah US$ 2.120/ons. Penembusan di titik ini bisa membawa harga emas naik menuju US$ 2.130/ons.
(aji)