Bloomberg Technoz, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan perbedaan pendekatan dalam mengendalikan inflasi pangan antara Singapura dan Indonesia, yang menjadi alasan harga beras di Negeri Singa relatif lebih mudah dikendalikan ketimbang di Tanah Air.
Hal tersebut dia sampaikan dalam Rapat Koordinasi Pengamanan Pasokan dan Harga Pangan Jelang Puasa dan Idul Fitri di Jakarta Pusat, Senin (4/3/2024).
Tito menjelaskan Singapura, yang merupakan negara dengan ketergantungan impor tinggi untuk pangan, menekankan strategi utama untuk menjaga harga pangan serendah mungkin guna memenuhi kebutuhan konsumen.
Dengan demikian, harga beras dapat dikatakan murah karena pemerintah tidak perlu menyesuaikan harga di tingkat petani.
"Dia [Singapura] enggak punya pangan, enggak menghasilkan pangan apa pun, semuanya impor jadi strateginya beda. Kalau di Singapura, bagaimana caranya harga serendah mungkin karena yang produsen bukan mereka," kata Tito.
Di Indonesia, yang merupakan negara produsen pangan, strategi pengendalian inflasi harus mencari keseimbangan antara mendukung produsen dan menyediakan harga yang terjangkau bagi konsumen.
"Kalau [Indonesia] harganya terlalu murah sekali kasihan petani, dan penghasil lainnya termasuk pengusaha yang memproduksi. Sebaliknya kalau misalnya harganya tinggi sekali, masyarakat menjerit karena tidak terjangkau harganya," jelas Tito

"Oleh karena itu, kita harus menyeimbangkan angka inflasinya [agar] terkendali, menyenangkan kedua-duanya [petani dan konsumen], tersenyum dua-duanya dan ini prediksi dari target dari pemerintah pusat di tahun inilah 2,5% kurang lebih 1% artinya, paling rendah 1,5% paling tinggi 3,5% target tahun 2024," sambungnya.
Dalam pertemuan tersebut, Tito juga meminta dukungan kepada para kepala daerah untuk menjaga situasi keamanan yang kondusif, terutama menjelang bulan Ramadan dan Hari Raya.
Selain itu, dia juga mengingatkan agar masyarakat dapat menjalankan ibadah Ramadan dengan baik dan menghindari potensi gejolak yang bisa memancing situasi tidak kondusif, terutama yang berhubungan dengan politik identitas keagamaan.
"Tolong kita jaga agar masyarakat khususnya yang beragama Islam dapat menjalankan ibadah Ramadan dengan baik. Hindari potensi-potensi gejolak memancing situasi. Apalagi yang berhubungan dengan politik identitas keagamaan," tegasnya.
(prc/wdh)