Berkas persyaratan yang dikumpulkan, kata dia, berupa surat NA dari Desa atau Kelurahan, IKD (Identitas Kependudukan Digital), foto gandeng 3 lembar ukuran 4x6, foto copy KTP mempelai, foto copy KTP orang tua kedua mempelai atau surat kematian (apabila orang tua sudah meninggal), foto copy KTP dua orang saksi dan lainnya untuk dilakukan pendaftaran ke Dukcapil.
Kedua, mengirim surat pemberkahan ke Dukcapil setelah mempelai melakukan pembekahan di vihara, untuk proses penerbitan Akta Nikah bersama KTP, KK yang baru.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Bimas Buddha, Supriyadi menyambut baik arahan Menag Yaqut Cholil Qoumas yang akan menjadikan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai pusat layanan keagamaan untuk semua agama. Dia menilai kebijakan ini akan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam mengakses layanan pemerintah.
“Kami menyambut baik dan mendukung rencana Bapak Menteri Agama terkait pelayanan administrasi keagamaan melalui KUA,” ungkap Supriyadi.
"KUA untuk semua agama.akan mempermudah umat mengakses layanan pemerintah," sambungnya.
Menurut Supriyadi, perlu ada perubahan tata kelola administrasi pencatatan pernikahan umat Buddha agar masyarakat lebih mudah mengaksesnya. Selama ini, pencatatan pernikahan umat Buddha, sesuai regulasi, dilakukan oleh Dukcapil dengan menerbitkan Kutipan Akta Nikah, KTP perubahan dengan identitas kawin, serta KK perubahan bagi orang tua. Datanya kemudian tercatat dalam Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).
"Ke depan, akan menjadi lebih efektif dan efisien jika ada integrasi data antar institusi yang memberikan layanan keagamaan dan layanan kependudukan," sebutnya.
(ain)