Logo Bloomberg Technoz

Sontak, banyak kalangan bertanya-tanya; ‘Apa urgensi Jokowi tetiba memfinalisasi negosiasi divestasi dan perpanjangan IUPK Freeport, padahal izin yang masih digenggam Freeport saat ini baru akan kedaluwarsa sekira 17 tahun ke depan?’

IUPK eksisting Freeport diberikan Pemerintah Indonesia pada 2018 untuk periode 2 x 10 tahun hingga 2041, menyusul habisnya masa berlaku kontrak karya (KK) PTFI pada 2021.

Sejalan dengan perpanjangan IUPK yang diberikan ke PTFI pada Desember 2018 itu, pemerintah pun mengakuisisi 51,2% saham PTFI dan menjadi pemegang saham mayoritas pemilik tambang legendaris Grasberg, Papua tersebut.

Namun, belum 5 tahun IUPK tersebut diberikan, pemerintah seolah tidak sabar untuk kembali memfinalisasi negosiasi perpanjangan IUPK Freeport selepas 2041, berikut peluang menambah porsi saham sebesar 10% di anak usaha Freeport-McMoRan Inc itu.

Walhasil, pengumuman soal lobi tahap final itu seolah mengisyaratkan bahwa perpanjangan IUPK Freeport sedang akan di-’ijon’ atau dieksekusi terlalu prematur.

Untuk memuluskan niatan tersebut, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sampai harus merevisi aturan izin tambang yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Beleid itu sedianya mengatur perpanjangan IUPK hanya bisa dilakukan paling cepat 5 tahun atau paling lambat 1 tahun sebelum masa berlaku izin usaha berakhir. Dengan demikian, IUPK Freeport semestinya baru bisa diperpanjang paling cepat 30 Desember 2036.

Menteri ESDM Arifin Tasrif dampingi Ketua DPR RI kunjungi  pertambangan diPT Freeport Indonesia (Dok. ESDM).


Memasuki Februari 2024, Menteri ESDM Arifin Tasrif pun mengonfirmasi revisi PP 96 itu sudah memasuki tahap harmonisasi final, yang artinya tidak lama lagi aturan baru soal kegiatan usaha tambang mineral dan batu bara (minerba) mungkin akan diberlakukan.

Tidak Konsisten

Menengarai dinamika tersebut, kalangan ahli pertambangan menilai rencana pemerintah untuk mempercepat perpanjangan IUPK Freeport dengan mengutak-atik regulasi menggambarkan ketidakkonsistenan dalam menaati regulasi yang diciptakan sendiri.

"Pemerintah kalau mau mengubah aturan jangan tergesa-gesa, jadi harus diperhatikan betul kepentingan nasionalnya seperti apa. Apa landasan peraturan diubah? Untuk kepentingan nasionalnya apa?" tegas Sekretaris Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Resvani saat dihubungi, akhir Februari.

Utak-atik PP 96 itu dinilai Resvani menggambarkan ‘ketidakkuatan’ pemerintah dalam menyusun peraturan, yang semestinya harus dipikirkan masak-masak.

Pengajuan perpanjangan IUPK padahal harus dilakukan secara bertahap. Pemerintah, kata dia, mesti melakukan evaluasi dan kinerja perusahaan dalam kegiatan operasional bisnis, pertambangan, dan tata kelola perusahaan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

"Kalau enggak ada batas waktu perpanjangan nanti evaluasinya gimana? Kalau nanti perpanjangan bisa dalam waktu 1 bulan saja, ini belum juga persiapan menambang, sudah [diberi perpanjangan lagi] ini, gimana sih?" ujar dia.

Peta area PT Freeport Indonesia (Dok ptfi.co.id)

Kepastian Hukum

Resvani menggarisbawahi, pada dasarnya, pengusaha sektor pertambangan yang ingin berinvestasi membutuhkan kepastian hukum dalam jangka panjang.

Artinya, kepastian hukum itu mesti dipikirkan matang-matang, serta dapat mengakomodasi kepastian investasi perusahaan dalam jangka panjang.

"Regulasi itu harus disusun secara matang, sehingga tidak bolak-balik digonta-ganti. Kita perlu kepastian hukum, investor juga butuh itu, Negara juga butuh. Semua butuh. Kepastian hukum itu regulasi yang dibangun berdasarkan kajian mendalam dan tidak berganti-ganti secara terus-menerus, jadi bisa berlaku lama, sudah dipertimbangkan dengan matang.”

"[Hal] yang jelas, investasi itu butuh kepastian. Kalau dari sisi pemerintah, harus punya evaluasi, waktu untuk mengevaluasi. Jadi, yang tidak baik bagi industri pertambangan itu adalah kalau regulasi berubah-berubah terus."

Peresmian smelter PT Freeport di Gresik, Jawa Timur. (Dok. Kementerian BUMN)

Insentif Smelter

Menariknya, terdapat klausul lain di Undang-undang No. 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) yang menjamin perpanjangan IUPK bagi perusahaan tambang mineral yang terintegrasi dengan smelter yang dibangun di dalam negeri.

Jaminan itu termaktub dalam Pasal 83 huruf f, yang berbunyi, “Jangka waktu kegiatan operasi produksi mineral logam yang terintegrasi dengan fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian diberikan jangka waktu selama 30 tahun dan dijamin memperoleh perpanjangan selama 10 tahun setiap kali perpanjangan setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Hal inilah yang lantas menjadi salah satu dalih pemerintah untuk mempercepat proses perpanjangan IUPK Freeport, jauh sebelum masa berlakunya habis.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan alasan pemerintah mempercepat pemberian ekstensi IUPK Freeport adalah sebagai bentuk insentif bagi perusahaan yang telah membangun smelter di dalam negeri.

“Lalu juga divestasi [10% saham Freeport kepada MIND ID] lagi. Nah, yang jelas kan di UU [Minerba] menyaratkan perpanjangan [IUPK] itu harus berdampak pada kenaikan pendapatan pemerintah," ujarnya belum lama ini.

Terlebih, lanjut Arifin, pascahabisnya IUPK eksisting pada 2041, operasi tambang bawah tanah PTFI – termasuk tambang legendaris Grasberg – akan dikendalikan oleh pemerintah melalui MIND ID.

"[IUPK] Freeport ya itu [diperpanjang sampai] 2061, karena dia sudah sekian puluh tahun dah dalam persyaratannya ada cadangan yang memang [harus dimaksimalkan], masak mau kita putusin [kontraknya]?" tutur Arifin.

Dok. Freeport Indonesia


Sementara itu, Menteri BUMN Erick Thohir sebelumnya juga mengatakan rencana perpanjangan ditujukan demi memberikan kepastian investasi industri pertambangan yang harus dilakukan sejak dini.

“Jadi bukan sesuatu yang buru-buru. Memang potensinya [cadangan tembaga Freeport] masih ada atau shutdown 2041. Mau menggali potensi atau shutting down? Kalau mau menggali potensi, dia mesti investasi sekarang,” ujar Erick.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, dalam sebuah kesempatan awal Desember, pun berkata pengelolaan tambang mineral bawah tanah (underground) Grasberg akan mencapai masa puncak produksinya pada 2035.

Dengan demikian, dia berpendapat, pemerintah – sebagai pemegang saham mayoritas 51% di PTFI – ingin mengamankan aset mineral yang berbasis di Papua itu.

“Sekarang kalau eksplorasi tambang yang bukan underground itu 3 tahun sudah beroperasi, baru bisa tahu itu hasilnya paling cepat ada yang 15 tahun. Sekarang kita berpikir strategis saja, produksi Freeport itu 2035 capai puncaknya. Begitu selesai 2035 akan menurun. Kalau tidak ada kepastian perpanjangan [IUPK], maka tidak ada eksplorasi lagi,” jelasnya.

Atas dasar itu, dia berkeras bahwa, jika IUPK Freeport tidak diperpanjang sekarang, aset tambang bawah tanah perusahaan akan menjadi ‘barang mati’ pada 2041 atau saat habisnya masa berlaku IUPK eksisting.

“Karena itu dilakukan perpanjangan [sekarang]. Namun, [Freeport] ini kan sudah menjadi milik Pemerintah Indonesia. Kita minta penambahan saham 10% sudah disetujui. Kalau tidak, tidak akan kita perpanjang [izinnya].”

Dia pun menegaskan Freeport bukan lagi dihitung sebagai perusahaan asing karena mayoritas sahamnya sudah dimiliki republik ini. Valuasi perusahaan itu pun diklaimnya sudah mencapai lebih dari US$20 miliar (Rp310,44 triliun).

“Pada 2040, utang pengambilan saham 51% yang dilakukan pemerintah lewat MIND ID itu akan mencapai break even point [titik impas]. Jadi ini barang [tambang/aset Freeport] sudah punya pemerintah kita, sudah tidak ada utang. Kalau tidak melakukan eksplorasi dan diperpanjang izinnya, kita yang bodoh atau pintar?” singgung Bahlil.

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas. (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)


Berbeda kesempatan, Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas sempat mengonfirmasi kabar bahwa pemerintah memang meminta PTFI membangun satu proyek smelter baru di Papua, sebagai syarat perpanjangan IUPK setelah 2041.

"Kami diskusi terus sama pemerintah. Kalau terpetakan [lokasi smelter barunya] sudah, tetapi masih dibicarakan terus sama pemerintah," ujar Tony dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg Technoz, akhir kuartal ketiga.

Sayangnya, sampai dengan saat ini pemerintah belum memberikan kepastian tentang perpanjangan IUPK yang dijanjikan tersebut. Selama belum ada kepastian, Tony menegaskan Freeport tidak akan mengambil langkah investasi apapun.

“Kalau PTFI melakukan investasi, harus ada kepastian dahulu. Sebab, saya kan harus laporan kepada pemegang saham saya [Freeport McMoRan Inc.]. Saya belum bisa bilang apa-apa karena feasibility studies-nya belum jadi. Belum ada kepastian akan hal itu.”

Hingga memasuki Maret 2024, memang belum terdengar lagi tindak lanjut terbaru dari rencana percepatan divestasi 10% saham Freeport dan perpanjangan IUPK-nya selepas 2041.

Namun, menurut informasi dari berbagai sumber, urusan dengan Freeport itu akan menjadi fokus selanjutnya bagi MIND ID tahun ini; usai dicapainya kesepakatan divestasi 14% saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) pengujung bulan lalu.

Bahkan, kabarnya, MIND ID saat ini mulai mempersiapkan diri untuk mencari pendanaan guna mengakuisisi tambahan saham di Freeport. Walakin, kabar ini sempat dibantah oleh salah satu petinggi di holding BUMN pertambangan itu.

Segala kemungkinan masih bisa terjadi. Dengan demikian, publik pantas menunggu kejutan selanjutnya soal selentingan ‘nasionalisasi penambang asing’, yang bisa saja dikebut pada tahun ini.  

(wdh)

No more pages