Menurut dia, PNBP merosot karena terlalu bergantung pada pergerakan harga komoditas. Di sisi lain, permintaan dari negara tujuan ekspor sedang melemah. Tak hanya itu, belanja negara untuk proyek infrastruktur juga sangat agresif, ditambah sebagian beban utang BUMN karya yang ditanggung negara.
"Praktik utang ugal-ugalan tanpa solusi untuk rem utang bakal menghambat pertumbuhan ekonomi. Jadi jangan terjebak pada rasio utang di bawah 60% (terhadap produk domestik bruto/PDB), likuiditas domestik faktanya makin tergerus karena tersedot utang," ujar Bhima.
Sebagai informasi, utang Pemerintah Indonesia melonjak tiga kali lipat lebih dalam kurun 10 tahun terakhir, yakni periode 2014-2024, atau ketika masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), posisi utang pemerintah pada Februari 2024 tercatat mencapai Rp8.253 triliun. Secara historis, utang pemerintah bertambah Rp5.644 triliun atau 216% dibanding posisi utang pemerintah pada akhir 2014 yang tercatat Rp2.609 triliun.
(azr/lav)