Bloomberg Technoz, Jakarta - Posisi utang pemerintah pada Februari 2024 tercatat mencapai Rp8.253 triliun. Angka ini memecahkan rekor bulanan tertinggi sepanjang sejarah. Jumlah tersebut setara dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 38,75%.
Bhima Yudhistira, Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) menganalisis, jika dihitung, setiap Warga Negara Indonesia menanggung beban utang pemerintah Rp30,5 juta.
"Sementara postur belanja pemerintah yang lebih ekspansif dalam beberapa tahun ke depan diperkirakan meningkatkan beban utang per penduduk hingga Rp40 juta," ujar Bhima kepada Bloomberg Technoz, Senin (4/3/2024).
Bhima menilai praktik utang yang ugal-ugalan tanpa solusi untuk mengurangi utang akan menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Saat ini, menurut dia, pemerintah berencana menaikkan defisit anggaran pada 2025. Padahal, berkaca dari rencana tahun ini, pendapatan pajak dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) diperkirakan tumbuh lebih rendah dibanding kenaikan utang.
Menurut dia, PNBP merosot karena terlalu bergantung pada pergerakan harga komoditas. Di sisi lain, permintaan dari negara tujuan ekspor sedang melemah. Tak hanya itu, belanja negara untuk proyek infrastruktur juga sangat agresif, ditambah sebagian beban utang BUMN karya yang ditanggung negara.
"Praktik utang ugal-ugalan tanpa solusi untuk rem utang bakal menghambat pertumbuhan ekonomi. Jadi jangan terjebak pada rasio utang di bawah 60% (terhadap produk domestik bruto/PDB), likuiditas domestik faktanya makin tergerus karena tersedot utang," ujar Bhima.
Sebagai informasi, utang Pemerintah Indonesia melonjak tiga kali lipat lebih dalam kurun 10 tahun terakhir, yakni periode 2014-2024, atau ketika masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), posisi utang pemerintah pada Februari 2024 tercatat mencapai Rp8.253 triliun. Secara historis, utang pemerintah bertambah Rp5.644 triliun atau 216% dibanding posisi utang pemerintah pada akhir 2014 yang tercatat Rp2.609 triliun.
(azr/lav)