Logo Bloomberg Technoz

Selain itu, Faisol menggarisbawahi bahwa mekanisme subsidi pupuk saat ini—yang diberikan kepada perusahaan produsen pupuk—tidak efektif. Sebab, komponen pembiayaan subsidi tidak hanya dari sisi produksi, tetapi juga biaya-biaya lain yang dibebankan pada anggaran subsidi pupuk.

Idealnya, subsidi pupuk diberikan sebagai bantuan tunai langsung ke petani melalui Kartu Tani, sehingga mereka dapat memiliki lebih banyak pilihan bibit dan pupuk yang digunakan.

Berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK) Pupuk Bersubsidi Tahun 2020, usulan kebutuhan terbesar datang dari petani subsektor tanaman pangan (padi dan palawija). 

Jika dikaitkan dengan sasaran produksi yang ingin dicapai melalui pupuk bersubsidi, berdasarkan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pertanian 2020—2024, sasaran produksi padi untuk 2021 mencapai 62,50 juta ton GKG.

“Kebijakan produksi pertanian dari pemerintah—termasuk pupuk bersubsidi—tampak hanya difokuskan pada perbaikan mekanisme penebusan melalui Kartu Tani, dengan target penerapan secara nasional pada 2024. Padahal, perlu dilakukan reformasi bantuan untuk mencegah perverse incentive, mendorong kompetisi, dan pada akhirnya mendukung kemandirian usaha tani,” ujar Faisol.

Meski demikian, adopsi Kartu Tani oleh petani masih jauh dari target. Pada 2020, jumlah Kartu Tani tercetak mencapai 9,30 juta kartu (66,91% dari total 13,90 juta petani calon penerima di e-RDKK). Kartu Tani yang sudah didistribusikan mencapai 6,20 juta kartu (44,60% calon penerima). Adapun, kartu yang sudah digunakan petani baru mencapai 1,20 juta (8,63%), berdasarkan penelitian CIPS.

“Kebijakan input pertanian, terutama pupuk, perlu menargetkan reformasi secara fundamental. Perlu diingat bahwa pupuk bersubsidi adalah instrumen untuk mendorong investasi petani pada sarana pertanian untuk meningkatkan produktivitas,” ujar Faisol.

Untuk jangka panjang, pemerintah perlu merancang mekanisme evaluasi pemberian subsidi, menetapkan indikator “kelulusan” seorang petani atau suatu wilayah penerima subsidi, serta menargetkan deadline pencabutan subsidi.  

Namun, lanjutnyam mekanisme evaluasi ini harus didukung data pertanian yang akurat yang selalu diperbarui untuk memonitor pendapatan dan harga-harga di tingkat petani. Tidak kalah penting, kebijakan di sisi suplai turut diperlukan untuk meningkatkan kompetisi antar produsen pupuk dan memastikan harga pupuk yang terjangkau berdasarkan mekanisme pasar.

Terkait dengan kelangkaan pupuk, dia mengamini bahwa konflik Rusia-Ukraina turut memengaruhi kondisi tersebut. Sebagai penghasil gas alam dan potasium, Rusia juga merupakan produsen pupuk yang cukup besar. Konflik antara keduanya, terutama setelah sanksi yang diberikan oleh Amerika Serikat ke Rusia, akan mengakibatkan terganggunya suplai bahan makanan dan energi. 

Sebelum perang pecah antara kedua negara, ketahanan pangan global sudah dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti pandemi Covid-19 dan perubahan iklim, yang menyebabkan penurunan jumlah produksi dan ketidakpastian musim tanam.

“Perubahan iklim telah memengaruhi perubahan cuaca yang tidak menentu, peningkatan suhu udara dan kekeringan. Tiga hal tadi sudah berkontribusi pada melemahnya ketahanan pangan. Kondisi ini juga mempersulit petani dalam menentukan waktu tanam yang tepat, mengakibatkan gagal panen dan kelangkaan pangan di waktu mendatang,” paparnya.

(rez/wdh)

No more pages