Bloomberg Technoz, Jakarta - Laporan rekapitulasi suara dari Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Jeddah, Arab Saudi mendapat sorotan. Hal ini terjadi usai para saksi mempersoalkan tingginya jumlah Daftar Pemilih Khusus (DPK) pada tempat pemungutan suara (TPS) di Jeddah.
DPK adalah pemilih pada Pemilu 2024 yang namanya belum masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada pertengahan 2023.
Anggota PPLN Jeddah, Siti Rahmawati mengatakan, mayoritas DPK tersebut adalah para pekerja migran atau tenaga kerja Indonesia ilegal yang berada di Arab Saudi. Mereka sengaja tak mendaftar menjadi DPT atau pun DPTb karena khawatir kena deportasi.
"Kalau ditanya siapa mereka, DPK ini adalah mayoritas, adalah pekerja undocumented [TKI]," kata Siti Rahmawati, di Kantor KPU RI, Jumat (1/3/2024).
Berdasarkan data PPLN Jeddah, mereka khawatir saat mendaftar menjadi DPT justru akan dideportasi Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI). Sehingga mereka justru langsung hadir pada hari H.
PPLN Jeddah tak bisa menolak para pekerja tersebut karena memang memiliki hak suara dan berhak masuk dalam DPK. Mereka juga hadir dengan bukti SPLP atau paspor.
Berdasarkan data rekapitulasi, PPLN melaporkan hanya 1.916 pemilih yang terdaftar pada DPT memberikan suara pada hari-H. Padahal total DPT di Jeddah mencapai 54.488 orang.
Angka pemilih DPT jauh lebih rendah karena pemilih DPK yang hadir di lokasi TPS lebih banyak. PPLN Jeddah mencatat ada 9.576 pemilih dari daftar DPK yang memberikan suara.
Ketua PPLN Jeddah, Yasmi Adriansyah mengatakan bahwa peristiwa membludaknya DPK daripada DPT ataupun DPTb selalu berulang di tiap pemilu. Termasuk juga pernah terjadi pada Pemilu 2019.
"Memang ketika kami melihat pengalaman di Pemilu sebelumnya di wilayah PPLN Jeddah, selalu DPK ini yang paling besar jumlahnya," ujar dia.
(fik/frg)