Bagaimanapun, Seto yakin investasi baru untuk smelter hidrometalurgi atau yang berteknologi high pressure acid leaching (HPAL) justru akan makin diminati ke depannya, lantaran smelter jenis ini mengolah nikel limonite menjadi mixed hydroxide precipitate (MHP) yang dibutuhkan untuk bahan baku baterai kendaraan listrik.
Bahkan, menurut Seto, akan ada 2 perusahaan lagi yang akan segera memproduksi MHP di Indonesia. “Dalam 3 tahun ke depan, seharusnya kapasitas smelter HPAL di Indonesia itu double ke 600.000 ton.”
Terpisah, Direktur Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widayanto menjelaskan neraca pasar nikel masih akan mengalami surplus hingga 250 kiloton. Walhasil, ke depannya, harga pasti akan terus tertekan.
“Namun, penyebab utamanya adalah pertumbuhan smelter di Indonesia. Seandainya pertumbuhan smelter bisa direm sedikit, pasti akan sangat membantu mencegah penurunan harga nikel,” ujarnya kepada Bloomberg Technoz, baru-baru ini.
Tak Dibahas
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) maupun Kementerian Perindustrian sendiri juga tidak kunjung merealisasikan kebijakan moratorium pembangunan smelter nikel kelas II baru, sejalan dengan upaya menjaga keseimbangan permintaan dan cadangan komoditas mineral logam itu di dalam negeri.
Saat ini, padahal, pasokan nikel saprolite terbilang berlebih, seiring dengan masifnya produksinya di dalam negeri, yang belakangan juga menyebabkan harganya anjlok.
"Kita belum ada pembahasan seperti itu. Kita terus saja memastikan bahwa suplainya cocok, suplainya ada, keekonomiannya masuk," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, belum lama ini.
Menteri ESDM Arifin Tasrif sebelumnya padahal menyebut kementeriannya tengah merundingkan isu moratorium smelter RKEF bersama Kemenperin.
Terlebih, mayoritas perizinan pembangunan smelter RKEF tidak terintegrasi, yang menyebabkan tak terkendalinya proses pembangunan produk olahan nikel kelas II itu.
Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, saat ini di Indonesia sendiri terdapat 44 smelter RKEF yang mengolah nikel menjadi baja nirkarat melalui proses pirometalurgi.
Konsumsi bijih nikel untuk pirometalurgi dengan saprolite adalah sebanyak 210 juta ton per tahun dan limonite sejumlah 23,5 juta ton per tahun.
Pada tahap perencanaan ke arah pirometalurgi, terdapat 28 smelter dan 10 smelter untuk hidrometalurgi dengan kebutuhan masing-masing 130 juta ton per tahun dan 54 juta ton per tahun.
Dalam sebuah kesempatan medio tahun lalu, Ketua Umum Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) Alexander Barus menyebut moratorium smelter nikel RKEF sudah sangat mendesak untuk direalisasikan.
Terlebih, jumlah lini pengolahan bijih nikel di Indonesia sudah mencapai 140 unit yang dengan kemampuan produksi mencapai 130 juta ton per tahun. Angka tersebut tidak sebanding dengan volume produksi tahunan tambang bijih nikel yang tak lebih dari 100 juta ton.
“Investasi di smelter yang menghasilkan NPI dan FeNi [feronikel] sudah seharusnya dibatasi. Sekarang sudah 140 lines dengan kapasitas produksi 130 juta metrik ton. Penambang mau dapat 100 juta metrik ton saja harus kerja keras,” katanya akhir Mei.
Alex juga mengatakan pemerintah mesti membatasi investasi smelter nikel berbasis RKEF, sejalan dengan menurunnya permintaan baja nirkarat. Hal tersebut terjadi akibat menurunnya pembangunan proyek perkantoran, perumahan, hingga infrastruktur di sejumlah negara karena pelemahan ekonomi global.
Harga nikel sudah anjlok lebih dari 45% sepanjang tahun lalu, dari level tertingginya di US$33.924/ton pada Maret 2022. Per hari ini, harga nikel di London Metal Exchange (LME) diperdagangkan di US$17.601/ton, naik tipis 0,81% dari hari sebelumnya.
-- Dengan asistensi Sultan Ibnu Affan
(wdh)